Tulisan dibawah adalah rangkuman dari buku Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa oleh Restu Gunawan dan 2 artikel Kompas oleh Agus Hermawan di harian Kompas pada tanggal 16 September 1992 dan 17 September 1992.
Dimulai dari Pluit berlanjut ke Pantai Indah Kapuk. Demikian jika berusaha merunut sejarah. Menurut JJ Rizal seorang sejarawan, Pluit termasuk bagian dari rawa yang oleh VOC termasuk bagian dari benteng pertahanan terhadap Banten. Paska banjir besar Batavia 1918, Pluit diproyeksikan sebagai daerah rawa untuk peresapan alami.
Namun pada tahun 1960, bersamaan dengan pembangunan Gelora Senayan, pemerintah juga menerapkan 8 wilayah pembangunan dalam Rencana Detil, yang disetujui oleh DPRD saat itu. Termasuk diantaranya adalah Kampung Gusti/Pluit, seluas 1415,6 Ha (Gunawan, 81). Menurut Van Breen penggagas Kanal Banjir Barat, menentukan Pluit sebagai daerah polder di tahun 1923, dengan asumsi daerah rendah Utara berbatasan laut, sehingga air harus dipompa. Bahkan tahun 1960, Kawasan Pluit sempat dinyatakan sebagai kawasan tertutup melalui Keputusan Peperda Jakarta Raya dan Sekitarnya No. 387/th 1960, yaitu Pluit sebagai keperluan rencana polder Pluit dan pekerjaan pengerukan kali. Namun dibawah Otorita Pluit, ada pengembangan Pluit Baru untuk pengembangan perumahan, industri dan waduk. Serta Muara Karang, Teluk Gong dan Muara Angke untuk perumahan & pembangkit listrik, serta kampung nelayan.
Tahun 1971, Proyek Pluit terus dilanjutkan, walaupun kekurangan lahan. Akhirnya melebar ke Jelambar & Pejagalan. .
Tahun 1976, kawasan Pluit mengalami percepatan pembangunan. Bahkan kini Pluit bukan daerah rawa lagi, melainkan telah disulap menjadi daerah permukiman moderen lengkap dengan tempat rekreasi & lokasi perindustrian (Media Jaya, 15 April 1976).
Dan untuk pembangunan Pluit sendiri berada dibawah BUMD DKI Jakarta yaitu Badan Pengelola Lingkungan. September 1997, aset-aset Badan Pengelola Lingkungan dilimpahkan kepada PT Pembangunan Pluit Jaya. Dan pada 15 September 2000 berubah menjadi PT Jakarta Propertindo (yang juga salah satu pemrakarsa 6 ruas tol dalam kota yang baru). Status PT Jakarta Propertindo masih sebagai sub-holding BUMD.
Setelah menjadi perumahan, Pluit sendiri kerap banjir, salah satunya adalah banjir tahun 1981, yang diperparah dengan matinya pompa Waduk Pluit karena pemadaman listrik akibat banjir. Genangan mulai dari Penjaringan, Pasar Ikan, RS Universitas Atmajaya dan perumahan mewah Pluit. Dan akhirnya Pluit menjadi langganan banjir. Banjir besar lainnya tercatat pada 15-16 Januari 1985 (Gunawan, 200-201). Saking parahnya, RS Universitas Atmajaya terendam 1 meter, hingga pasien harus diungsikan ke RS Carolus.
Tentang Pluit Village (d/h Mega Mal Pluit)
Tanah di Pluit Indah Permai dengan luas 70.000 m2 yang tadinya adalah Taman Tirta Loka yang banyak ditumbuhi pohon-pohon rindang dan beberapa empang, dan berfungsi sebagai tempat parkir air; kemudian dikerjasamakan dengan PT Duta Wisata Loka dengan pola bangun kelola serah. Kerja sama ini dibuat antara Badan Pengelola Lingkungan (cq Pemda DKI Jaya) dengan PT Duta Wisata Loka dalam SK Gubernur no 700/th 1995 tertanggal 31 Desember 1995. Lama perjanjian tersebut adalah 30 tahun (berakhir tahun 2025) dengan sewa 20 Milyar selama 30 tahun, dan setelah itu dikembalikan kepada Pemda DKI Jaya. Kompleks Mega Mall Pluit berada diatas lahan 22 hektar yang 50% didedikasikan untuk taman dan lapangan parkir.
Saat banjir 2002, banyak warga dari RW 04 dan 06 Pluit yang menuduh Mega Mall Pluit sebagai penyebab banjir (Kompas, 14 Februari 2002). Menurut mereka, sejak tahun 1996 berjanji untuk memperbaiki pintu air, membuatkan rumah pompa dan sebagainya.
————–
Tentang Waduk Pluit
Waduk Pluit selesai dibangun pada tahun 1981, dengan luas 80 Hektar dengan kapasitas saat itu 2.5 juta meter kubik. Ada 4 stasiun pompa dan dilengkapi sistem polder untuk mengendalikan genangan air di daerah Krukut/Cideng hingga Jatibaru, Taman Sari, Mangga Besar, Kali Beton dll.
Berdasarkan data tahun 2004, Waduk Pluit memiliki endapan lumpur setinggi 1 meter, atau sebesar 800.000 meter kubik, atau 1/3 dari kapasitas waduk tersebut.
—————-
Pluit berlokasi di daerah Utara Jakarta, yang memiliki jenis tanah lempung atau aluvial. Jenis tanah demikian sulit meresapkan air karena terdiri dari pasir yang halus. Begitulah kondisi geologis Pluit. Dari tahun 1974-2010 tercatat penurunan muka tanah hingga 4.1 meter di satu titik antara Pluit dan Muara Baru. Sehingga menyebabkan Pluit berada dibawah permukaan air laut. Baik air pasang maupun surut, Pluit harus mengandalkan pompa dan dinding tanggul untuk membantu lepas dari banjir.
Jika berdasarkan perhitungan oleh tim JCDS berdasarkan data Jabodetabek Water Resources Management Study (World Bank, 1994), maka tahun 2030 (dengan skenario tanpa mengontrol pengambilan air tanah) permukaan Pluit berada pada kisaran 5-10 meter dibawah permukaan air laut.
Pingback: Belajar dari Sejarah: Tentang Pantai Indah Kapuk « Rujak
yg jadi kuncinya adalah utk saat ini kawasan tsb dlm rtrw/rdtr difungsikan sebagai apa? kalau tidak sesuai ya harus ditertibkan.
jika saat ini peruntukannya sudah kuning, harusnya (berdasarkan perhit neraca lahan) harus ada kawasan lain yg digunakan sbg kawasan lindung/hijau utk pengganti. Dan harusnya kwsn lindung tsb lebih luas drpd kwasn lindung pd saat itu