Text oleh Andriani Dwirahmanda, Annisa Indrarini, Fikry Ramadhian dan Bondan Anugrah
Editor: Dina Indrasafitri
Setelah sebelas tahun beroperasi, Busway alias Transjakarta, yang seharusnya menjadi solusi kemacetan ibukota, tetap menuai berbagai kritik dan kontroversi. Dalam diskusi publik yang diadakan oleh Institut Studi Transportasi (INSTRAN) tanggal 15 Januari lalu, disebutkan berbagai masalah yang menjangkiti fasilitas transportasi tersebut.
Selain armada yang terbilang kurang memadai jumlahnya, Transjakarta (TJ) pun dikritik karena jalur yang dilalui armada tersebut tidaklah steril, hingga pada akhirnya bis TJ tetap harus berbagi tempat dengan kendaraan pribadi.
Kritik ketiga terhadap TJ adalah kurangnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBBG). Padahal, enam koridor TJ menggunakan BBG untuk armadanya.
Armada Kurang, Penumpang Hengkang
Direktur SDM dan Umum PT. Transjakarta Sri Kuncoro mengatakan bahwa pada tahun 2014, jumlah penumpang Transjakarta mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Waktu tunggu kedatangan bus yang lama, infrastruktur yang kurang memadai, serta keamanan dan kenyamanan kondisi layanan saat ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan tersebut. Saat ini terdapat 823 unit armada bus, namun hanya sekitar 400 unit yang beroperasi di 12 koridor setiap harinya.
SPBBG Tak Cukup dan Kualitas BBG Buruk
Dalam diskusi berjudul tema Refleksi 11 Tahun Transjakarta Busway: Frustasi Pada Pelayanan Transjakarta Busway tersebut, terungkap dua masalah TJ yang berkaitan dengan BBG.
Selain keterbatasan jumlah SPBBG , kualitas BBG yang digunakan untuk TJ pun rendah. BBG yang digunakan memiliki kandungan air, oli, dan lumpur yang cukup banyak yang menyebabkan tabung mudah korosi. Akibatnya, dua minggu sekali operator harus membersihkan tabung padahal hal tersebut tidak masuk dalam komponen yang dihitung pada saat menghitung rupiah per kilometer
Jalur Transjakarta Untuk Semua?
Di tahun ke sebelas TJ, tidak satupun koridor yang steril. Ini tentu bertentangan dengan apa yang konon menjadi kelebihan layanan TJ, yaitu bebas macet.
Bahkan, baru-baru ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengungkapkan rencana yang cukup kontroversial terkait penggunaan jalur busway, yaitu mengizinkan mobil pribadi melintas di jalur busway Transjakarta asalkan membayar Rp 50.000. Padahal, pada masa awal pemerintahan Jakarta Baru (2012), sempat muncul wacana dan program sterilisasi jalur TJ dengan menerapkan denda tinggi, yaitu Rp500.000 untuk motor dan Rp1.000.000 untuk mobil.
Dalam diskusi Refleksi 11 Tahun Transjakarta Busway, Wadirlantas Polda Metro Jaya AKBP Bakharuddin Muhammad Syah mengatakan timnya siap bekerjasama untuk mensterilkan jalur busway sehingga tidak ada lagi kendaraan yang menyerobot masuk.
Pro-kontra e-ticketing
Program full e-ticketing di koridor 2, 3, 5, 7, 8, 9, 19, 11, dan 12 mendapat pujian, namun juga kritikan. Sistem ini disebut-sebut membatasi akses sebagian masyarakat untuk menggunakan TJ.
Dalam sistem e-ticketing, seluruh penumpang/calon penumpang harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 40.000 saat pertama kali akan menggunakan TJ dan tidak ada sistem pelayanan berupa single trip. Padahal, tidak semua penumpang menggunakan TJ beberapa kali, sehingga saldo dalam kartu bisa saja sia-sia.
Rencana Ke Depan
Kepala Dishub DKI Jakarta Benjamin Bukit mengakui bahwa Transjakarta yang seharusnya menjadi solusi dari macetnya Jakarta ternyata belum bisa memenuhi kebutuhan warga setelah 11 tahun beroperasi.
Namun, PT Transjakarta tetap akan melakukan berbagai upaya peningkatan layanan, diantaranya:
– Penambahan armada 234 unit bus di tahun 2015
– Layanan Angkutan Malam Hari menjadi 24 jam untuk koridor 1, 3, dan 9.
– Perbaikan dan peningkatan kapasitas halte.
– Peningkatan keamanan dengan penerapan area khusus wanita dan CCTV dalam bus baru
– Penyempurnaan sistem tiket
– Percepatan tindaakn evakuasi kendaraan mogok melalui swakelola penanganan
– Peningkatan sterilisasi jalur dengan menggunakan gerbang otomatis
– Kerjasama dengan PT. Jakpro untuk pembangunan SPBG baru di wilayah Harmoni.
(Sumber: Darmaningtyas, Sri Kuncoro, AKBP Bakharuddin Muhammad Syah, Benjamin Bukit, dan hasil diskusi publik)
seharusnya memang harus sering dikritisi agar pelayanannya meningkat
sekedar share masukan sebagai pengguna TJ, sebagai sarana transportasi yg sarat informasi selama perjalanan, busway lbh byk yg kehilangan papan jalur bus Dan sebagian besar pengumuman posisi halte tdk tersampaikan krn byk yg dilakukan oleh manusia yg akan byk human error krn perubahan suasana hati petugas