Perjalanan Rumah Flat kami: Solusi Hunian untuk Jakarta

Jakarta selama bertahun-tahun menghadapi tantangan besar dalam menyediakan hunian yang inklusif dan berkeadilan. Kebijakan ruang dan ekonomi yang eksklusif telah mendorong ekspansi kota yang tidak terkendali (urban sprawl) dan memperparah ketimpangan akses terhadap perumahan. Urban sprawl ini tidak hanya menciptakan jarak fisik antara tempat tinggal dan pusat aktivitas ekonomi, tetapi juga memperbesar beban infrastruktur transportasi, meningkatkan kemacetan, dan mengurangi kualitas hidup masyarakat.

Namun, ada titik terang di tengah kompleksitas ini. Perjalanan advokasi panjang yang dilakukan oleh Rujak Center for Urban Studies akhirnya berhasil membawa perubahan dengan pengakuan multi-family housing melalui zonasi baru Rumah Flat dalam Peraturan Gubernur No. 31/2022 tentang Rencana Detil Tata Ruang. Zonasi ini menjadi tonggak penting dalam kebijakan tata ruang Jakarta, sekaligus langkah maju untuk menghadirkan solusi hunian yang lebih berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas.

Bermulai dari Sayembara Tanpa Hadiah

Saat Rujak baru berdiri di 2009, kantor kami adalah teras rumah di Menteng, sekitar 200 meter dari titik transit di kawasan yang sekarang menjadi salah satu TOD terbesar di Jakarta. Bekerja di teras rumah 1 lantai tersebut membuat kami berandai-andai, apa jadinya jika tanah 280 m2 tersebut berubah menjadi hunian 4 lantai campuran (mixed-use building), lengkap dengan kantor. Kemudian lahirlah Sayembara Tanpa Hadiah, sebuah inisiatif yang dirancang untuk memantik gagasan kreatif tentang perencanaan ruang di Jakarta. Sayembara ini memperkenalkan ide densifikasi sebagai cara untuk mengatasi urban sprawl sekaligus menyediakan hunian yang lebih efisien dalam penggunaan lahan. Konsep densifikasi yang diusulkan dalam sayembara ini tidak hanya menitikberatkan pada aspek fisik, tetapi juga pada aspek sosial: menciptakan ruang hidup yang lebih inklusif dan mendorong kohesi komunitas.

Sayembara ini menjadi cikal bakal diskusi yang lebih luas mengenai pentingnya multi-family housing sebagai solusi untuk kebutuhan hunian di Jakarta. Konsep ini bertolak belakang dengan dominasi kebijakan ruang yang selama ini cenderung eksklusif dan memprioritaskan pembangunan rumah tapak untuk kelas atas, yang sering kali menjadi penyebab utama urban sprawl.

Jakarta tidak “padat”, tetapi aturan tata-ruang yang eksklusif telah memaksa warga Jakarta berdesak-desakan.

Lebih dari Satu Dekade Penelitian dan Simulasi Spasial

Setelah Sayembara Tanpa Hadiah, Rujak melanjutkan upaya advokasi dengan melakukan berbagai penelitian dan simulasi spasial selama lebih dari satu dekade. Dimulai dari tulisan pernyataan bahwa Hunian 4 lantai lebih berkelanjutan, dan kemudian berlanjut pada studi intensifikasi bangunan dan zoning, menggunakan pendekatan berbasis data untuk membuktikan bahwa multi-family housing adalah solusi terbaik untuk Jakarta.

Konsep multi-family housing yang diajukan oleh Rujak berfokus pada bangunan dengan empat lantai. Pilihan ini didasarkan pada berbagai pertimbangan, termasuk efisiensi penggunaan lahan, pengurangan biaya konstruksi, dan kemudahan implementasi di lingkungan dengan infrastruktur yang terbatas. Model ini menawarkan berbagai keunggulan:

  1. Densifikasi dan Intensifikasi: Hampir 70% lahan Jakarta didominasi bangunan rendah (3 lantai ke bawah). Multi-family housing mendorong transisi penggunaan ruang secara vertikal, menambah stok hunian, dan mengurangi urban sprawl.
  2. Integrasi Infrastruktur: Densifikasi dan Intensifikasi ini dapat diselaraskan dengan infrastruktur kota seperti kawasan Transit Oriented Development eksisting dan jaringan air bersih tanpa memerlukan investasi besar untuk fasilitas baru.
  3. Inklusivitas: Hunian ini memungkinkan masyarakat lintas generasi dan kelas ekonomi untuk tinggal bersama, menciptakan komunitas yang lebih beragam dan kohesif.
  4. Kontekstualitas: Desainnya disesuaikan dengan karakteristik sosial dan budaya Jakarta, mendukung ruang adaptif untuk aktivitas komunitas dan usaha mikro.
  5. Kelestarian dan Berkeadilan: Dengan penggunaan lahan yang efisien, model ini mengurangi tekanan di pinggiran kota, memberikan akses hunian kepada kelas menengah dan bawah, serta mendukung prinsip ramah lingkungan seperti ventilasi silang dan bahan lokal. Model ini juga mendukung hunian kolektif dan mengembalikan hunian sebagai hak asasi dan bukannya komoditas.

Selain penelitian, Rujak juga menggunakan simulasi spasial untuk memvisualisasikan bagaimana multi-family housing dapat diterapkan di berbagai kawasan Jakarta, termasuk pada bekas kawasan industri dan kawasan dengan intensitas lantai rendah. Simulasi ini menunjukkan bahwa solusi tersebut dapat menjadi alat yang efektif untuk menciptakan compact living di kawasan perkotaan tanpa mengorbankan kualitas hidup penghuninya.

Mendorong Pengakuan Multi Family Housing dalam Kebijakan

Upaya panjang ini mencapai puncaknya dengan pengakuan zonasi baru, yaitu Rumah Flat, dalam Pergub RDTR 31/2022. Zonasi ini memberikan landasan hukum untuk implementasi multi-family housing di Jakarta, sekaligus membuka peluang untuk menyediakan hunian yang lebih adil dan berkelanjutan. Pengakuan zonasi Rumah Flat ini memungkinkan rumah untuk rumah tangga berisi 3 orang berkembang menjadi: 7 rumah tangga untuk 15 orang, 1 kantor, 1 toko buku dan kedai kopi, serta 1 ruang sewa.

Keberhasilan ini tidak lepas dari konsistensi Rujak dalam mempromosikan solusi densifikasi dan intensifikasi dalam berbagai forum, baik kepada pemerintah, akademisi, maupun masyarakat sipil. Dalam berbagai presentasi, Rujak menunjukkan bagaimana multi-family housing dapat menjadi jawaban atas permasalahan tata ruang Jakarta yang semakin kompleks. Zonasi Rumah Flat juga diusulkan sebagai cara untuk mengakomodasi kebutuhan missing middle, kelompok masyarakat kelas menengah yang selama ini sering terabaikan dalam kebijakan perumahan.

Rumah untuk tiga orang telah berkembang menjadi Rumah Flat multi keluarga dan fungsi lain di luar hunian.

Missing Middle: Kelompok yang Terlupakan

Missing middle ini dapat berarti ganda. Bisa berarti kelas menengah maupun bentuk hunian. Bentuk hunian terpengaruh oleh intensitas, pola dan struktur ruang. Missing middle secara spasial adalah keterbatasan pilihan jenis hunian, yaitu hanya rumah tapak dan rumah susun kepadatan tinggi. 

Definisi missing middle lainnya adalah berkuranganya kelas menengah yang dapat mengakses hunian di tengah kota. Kebijakan perumahan di Indonesia selama ini cenderung memprioritaskan pembangunan apartemen mewah untuk kelas atas atau rumah subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Akibatnya, masyarakat kelas menengah, atau yang sering disebut sebagai missing middle, tidak memiliki banyak pilihan hunian yang layak dan terjangkau.

Mereka mencakup pekerja profesional muda, keluarga dengan penghasilan menengah, dan kelompok lain yang berada di antara kelas atas dan bawah. Kelompok ini sering kali terdorong untuk tinggal di pinggiran kota karena harga hunian di pusat kota tidak terjangkau. Dampaknya, mereka harus menghadapi perjalanan panjang setiap hari, yang tidak hanya menguras waktu dan energi tetapi juga meningkatkan polusi dan kemacetan.

Bentuk hunian Missing Middle Housing mencakup tipe bangunan duplexes, triplexes, courtyard apartments, bungalow courts, serta townhouses. Ilustrasi oleh Opticos Design, Inc.

Tantangan dan Peluang ke Depan

Meskipun pengakuan zonasi Rumah Flat dalam Pergub 31/2022 merupakan langkah maju, tantangan implementasi multi-family housing ini cukup besar. Masih banyak yang bertanya mengenai status tanah dan keinginan untuk memiliki hunian tapak. 

Rujak, sebagai lembaga think-act tank, tak hanya melakukan penelitian dan advokasi. Namun bersama dengan 7 keluarga dan 1 toko buku, mengembangkan Rumah Flat pertama di Jakarta. Konsepsi tersebut memang bermula dari Sayembara Tanpa Hadiah 15 tahun lalu, penelitian dan advokasi, serta proses desain pada tapak terpilih di 2019. Kelompok ini bahkan sudah mendapatkan Keterangan Rencana Kota (KRK) di 2021. Begitu Pergub 31/2022 disahkan, kemudia proses pengajuan ijin pun berlanjut dan akhirnya IMB keluar pada Januari 2023, serta konstruksi Rumah Flat pertama di kawasan TOD mulai pada bulan Juli 2023. 

Lewat adopsi secara mandiri yang dilakukan Rujak dan 7 keluarga tersebut, Rujak berharap agar peluang untuk mengadopsi konsep co-housing dan cooperative housing semakin besar. Konsep ini dapat membantu memperkuat rasa memiliki di antara penghuni, mendorong kohesi sosial, dan memastikan bahwa hunian dikelola secara transparan dan akuntabel. Selain itu, penerapan multi-family housing juga dapat didukung oleh kebijakan insentif dari pemerintah, seperti subsidi pembangunan atau pengurangan pajak bagi pengembang yang berkomitmen pada hunian inklusif.

Tawaran ke depan

Rujak Center for Urban Studies berharap advokasi ini bisa dilakukan sebanyak mungkin orang dan seluas mungkin kalangan. Kami siap mendampingi warga yang memiliki visi serupa, baik dalam mengembangkan konsep Rumah Flat maupun mewujudkan ruang hidup di dalamnya. Kita bisa membangun masa depan perkotaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan jika kita melakukannya bersama-sama.

Jika Anda tertarik, mari bergabung dalam perjalanan ini dengan mengisi form s.id/BikinRumahFlat !

Tertarik? Isi form di s.id/BikinRumahFlat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *