Tulisan dan Foto oleh Robin Hartanto, Hangzhou.
Sejauh apa dapat bersepeda di sebuah kota? Baru seketika Jakarta membuat jalur sepeda pertamanya sepanjang Blok M-Taman Ayodya (1.5 m), katanya sudah tidak berfungsi.
Tapi, 28 Mei 2011, nun jauh dari Jakarta, saya berkesempatan mengunjungi Hangzhou, China, sekedar berjalan-jalan. Tak butuh waktu lama untuk jatuh cinta dengan kota ini, terutama bagi para penikmat sepeda. Selama 10 tahun ini, kota Hangzhou mendapatkan berjubel-jubel penghargaan, antara lain The Best Tourism City of China dari United Nations World Tourism Organization dan National Tourism Administration tahun 2006 serta China’ s Most Beautiful Leisure City dariChina Leisure Development International Forum tahun 2010. Salah satu winning factor-nya, adalah perihal sepeda ini. Lantas apa yang membuatnya menakjubkan?
Titik alfanya pada 1 Mei 2008. Program Public Bicycle Service yang disponsori pemerintah setempat memulai dengan 8.100 sepeda yang tesebar di 61 stasiun. Angka tersebut terus bertambah dari waktu ke waktu. 10.000 sepeda di 350 stasiun pada Maret 2009, 40.000 sepeda di 1600 stasiun pada awal Oktober 2009, dan sekarang telah menembus angka 50.000 sepeda dengan total 2050 titik servis. Tenang saja, angka tersebut masih akan terus bertambah seiring rencana pemerintah lokal mencapai angka 175.000 sepeda tahun 2020!
Bike Sharing sebenarnya bukan hal baru. Kota-kota besar di Eropa telah memulainya terlebih dahulu. Yang teranyar adalah Paris Vélib program yang diluncurkan tahun 2007. Dengan total 20.000 sepeda dan 1450 stasiun, proyek ini pernah menjadi Bike Sharing terbesar sebelum akhirnya dibalap oleh Hangzhou. Jarak antar stasiun di kota Paris mencapai 300 meter, bandingkan dengan Hangzhou yang apabila rencana pemerintah Hangzhou tahun 2011 untuk mencapai 2711 stasiun berjalan lancar, maka jarak antar stasiun sepeda di Hangzhou akan mencapai 100 meter antar stasiun.
Sementara vandalisme dan pencurian menjadi salah satu masalah utama dari bike sharing, Hangzhou punya catatan superior. Pada tahun pertama beroperasi, HPTC (Hanzhou Public Transportation Corporation) mengklaim bahwa tidak ada satu pun sepeda yang dicuri dan hanya 0,5% sepeda yang rusak. Bandingkan dengan Paris, yang berdasarkan artikel Treehugger.com tahun 2009, telah kehilangan lebih dari 50% sepedanya, baik itu rusak maupun hilang (data dari Wikipedia.org malah mencapai 80%).
Hal lain yang menjadikan bike sharing Hangzhou brilian adalah anda dapat bersepeda gratis. Terdengar too good to be true, tapi nyatanya seperti itu. Untuk peminjaman satu jam pertama, kita tidak perlu membayar. Jika lebih, jam kedua akan dikenakan biaya 1 RMB (sekitar 1300 Rupiah/1 RMB), jam ketiga dikenakan biaya 2 RMB, dan jam keempat dan seterusnya biayanya menjadi 3 RMB/jam. Bagi yang ingin berhemat alias berpelit, cukup letakkan kembali sepeda di stasiun sebelum jam pertama, kemudian tinggal mengambilnya kembali, sehingga perhitungan waktu akan dimulai lagi dari awal.
Untuk mendapatkan kartu peminjamannya, hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah ke konter pembuatan kartu yang tersebar di banyak titik, kemudian memberikan deposit senilai 300 RMB. Bagi para pelancong dari luar negeri, cukup tunjukkan paspor sebagai bukti identitas. Tidak sampai 5 menit mengisi formulir, kartu sudah di tangan.
Sistem pengambilan dan pengembalian sepeda pun sangat praktis. Letakkan kartu di atas mesin pengunci sepeda, beberapa detik kemudian akan terdengar bunyi bip panjang dan sepeda sudah dapat digunakan. Prosesnya serupa ketika mengembalikan sepeda. Jika sudah tidak lagi ingin menggunakan fasilitas bike sharing, cukup kembali ke tempat pembuatan kartu untuk mengambil kembali deposit.
Tak sedikit stasiun peminjaman sepeda di Hangzhou yang terintegrasi dengan pusat informasi untuk turisme serta fasilitas publik lainnya seperti telepon umum. Di pusat informasi tersebut, kita dapat mengambil beragam brosur gratis dalam berbagai bahasa, yang di dalamnya terdapat peta dan informasi lengkap berbagai titik-titik terbaik di Hangzhou yang umumnya tersebar di sekitar pada Xi Hu (West Lake), obyek turisme utama di Hangzhou. Selain itu, di sana juga dijual berbagai minuman dan makanan ringan, layaknya warung-warung kecil di pinggir jalan Jakarta.
Tiga tahun berlalu sejak program Public Bicycle Service dijalankan di Hangzhou, sementara ribuan kilometer dari sana Jakarta baru memulai proyek jalur sepedanya. PBS Hangzhou bisa menjadi preseden yang sangat baik untuk pengembangan pemanfaatan jalur sepeda. Harapan saya, semoga proyek jalur sepeda Jakarta dapat menjadi katalis berbagai kebijakan dan program lain yang dapat membuat warga Jakarta lebih menikmati kotanya, semoga tulisan ini dapat menjadi sebuah studi banding bagi pemerintah tanpa perlu mampir ke sana, dan semoga berbagai informasi ini dapat berguna bagi kita semua.
NB: untuk gambaran yang lebih jelas saya lampirkan video yang sangat komprehensif tentang bike sharing di Hangzhou, dipublikasikan oleh Elizabeth Press, berikut embed code dan alamat web nya.
http://www.streetfilms.org/the-biggest-baddest-bike-share-in-the-world-hangzhou-china/
Berbagai sumber referensi tentang bike sharing Hangzhou
http://www.treehugger.com/files/2009/07/biggest-bike-share-in-china.php
http://bike-sharing.blogspot.com/2009/03/bike-sharing-in-hangzhou-china.html
http://bike-sharing.blogspot.com/2009/10/hangzhou-on-go-and-wuhan-can.html
http://bike-sharing.blogspot.com/2011/06/bike-sharing-world-first-week-of-june.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Bicycle_sharing_system
kereeeeen kak….kpn Indonesia bisa seperti itu yaaak?
Oh God.. kapan sy bisa hidup nyaman seperti itu di sini (Jakarta, Indonesia)?? *ngelamun*
Melbourne pun sudah mulai mengembangi ide ini… Sekarang yang menjadi pertanyaan disini adalah bagaimana dan apakah peran “keharusan memakai helm” dalam program ini? Ada yg bilang bahwa peraturan2 seperti ini malah mencegah orang2 untuk mencoba memakai sepeda2 umum ini. Yah, kita lihat jika hasil studinya sudah keluar hehe.
Di Copenhagen mereka bangga bahwa orang bersepeda tidak harus memakai helm dan gear lainnya. Kata mereka,”Orang bisa bersepeda sambil berpakaian pengantin di Copenhagen.” Ada cara pandang yang berbeda.
Kalo pemakaian helm lebih ke pertimbangan keselamatan. Dulu di kampung orang2 dan saya bersepeda tanpa mengenal helm, karena lalu lintas juga sepi, lebih beradap dan kecepatannya juga layaknya sepeda. Kalo jatuh/kepleset paling lecet dan memar dikit. Tapi dengan lalu lintas kayak jakarta sekarang, rasanya helm saat bersepeda udh jd antisipasi terhadap bahaya lalu lintas yg makin gak beradap. Saya pernah diserempet motor saat menyeberang jalan yg cukup sepi dan udh kasih tanda pake tangan. Kalo udh berhadapan dgn kendaarn mesin, perlindungan helm udh selayaknya. Kecuali kalo kita muter2 pake sepeda di taman monas misalnya, mungkin gak perlu helm layaknya bersepeda di kampung2.
Iya…kemarin saya sempat lihat lecturenya Jan Gehl, rasanya sudah maju banget pola pikir bersepeda disana.