Petisi Tuntut Perencanaan Jakarta yang Transparan dan Partisipatif!

http://tentukan.com/petisi/kita_ingin_rtrw_jakarta_2030_disusun_secara_benar

Jakarta gagal karena perencanaannya gagal. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010-2030 adalah kesempatan sekali dalam 20 tahun untuk membuat Jakarta berhasil. Kami mengajak kita semua mendukung petisi menuntut proses perencanaan RTRW Jakarta 2010-2030 yang benar:

Sering kali kegagalan Jakarta disalahkan pada implementasi dari perencanaan, bukan perencanaannya sendiri.

Tetapi, rencana yang baik seharusnya telah mencakup rencana implementasi yang baik. Ini berarti memiliki strategi (pilihan-lihan pendekatan/metoda dan rangkaian tindakan), target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang spesifik dan terukur.

Semestinya rencana kota mencakup rencana-implementasi yang terukur, termasuk target kinerja, sehingga kita tidak bolak-balik menyalahkan “implementasi” dan mengatakan “rencananya sudah benar”.

Namun saya menduga akan ada resistensi dengan mengatakan “itu akan ada tingkat lebih rendah” (kotamadya, kecamatan, dll).

Untuk mengatasi itu, memang UU Penataan Ruang harus ditafsirkan khusus untuk Jakarta atas dasar dua hal:

1. Jakarta adalah Provini Kota. Seluruh wilayahnya adalah kawasan perkotaan. Jadi RTRW Provinsi Jakarta dapat atau harus mencakup kedalaman, detail, dll seperti sebuah rencana tata ruang kota.

2. Pada tingkat kota madya, Jakarta tidak memiliki wadah perwakilan rakat (DPRD Kota). Maka keputusan-keputusan krusial dan cukup detail memang semestinya diputuskan pada tingkat provinsi (-kota) tersebut, bukan pada tingkat lebih rendah dan hanya oleh walikota atau suku dinas (yang tidak didampingi DPRD Kota).

Jakarta perlu pandai memanfaatkan penduduknya bukan hanya sebagai “suara” (aspirasi) yang mencereweti, tetapi juga sebagai sumber daya dan pengetahuan. Tiap-tiap warga Jakarta memliki akses ke ilmu pengetahuan dan jaringan yang dapat membangun Jakarta menjadi lebih baik.

Dari draft RAPERDA RTRW 2030 yang sempat dibahas beberapa kali oleh Koalisi Warga untuk Jakarta 2030 sudah nampak betapa buruknya draft itu KARENA tidak memanfaatkan potensi warganya sendiri. Diskusi-diskusi juga menunjukkan betapa banyak hal dapat diperbaiki jika memanfaatkan warga.

Sebaiknya dipikirkan untuk seluruh Indonesia: proses perencanaan kota dapat melibatkan masyarakat (partisipatif!) dalam tiga fungsi (minimal):

1. Sebagai aspirasi (hak politik).

2. Sebagai sumber pengetahuan dan daya membangun yang lebih baik

3. Sebagai sukarelawan untuk menyelenggarakan proses perencanaan partisipatif itu sendiri.

Yang pertama sering ditekankan dalam pendekatan “rights-based”.

Sebaiknya yang kedua dan ketiga dianggap makin penting dan esensial juga, karena perubahan yang diperlukan dalam satu generasi (25 tahun) mendatang untuk antara lain menghadapi perubahan iklim memerlukan komitmen perubahan pada tiap individu. Keterlibatan dalam menyusun masa depan (rtrw itu…) dapat membangun kepemilikan untuk dasar komitmen tersebut.

Jadi proses partisipasi adalah proses membangun modal sosial. Akan salah kalau para staf Bappeda menganggapnya ini sebagai soal teknis yang hanya memerlukan para insinyur.

Menyusun RTRW adalah suatu kesempatan 20 tahun sekali untuk juga sekaligus menjadi alat/proses membangun modal sosial untuk meng-efektifkan perubahan yang sangat diperlukan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *