Lima tahun kedepan ada banyak mementum yang mampu membuat masa depan Jakarta menjadi lebih adil dan lestari, jika momentum itu diambil dan dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan warganya. Kesempatan langka tersebut mungkin terkesan teknokratik dan birokratik, namun kesempatan ini mungkin hanya datang 20 tahun sekali. Pada kesempatan ini kita bisa menunjukkan bahwa Jakarta pun dapat berhasil merencanakan masa depannya sendiri dengan alat-mekanisme buah desentralisasi hasil reformasi 1998.

Momentum tersebut adalah proses peninjauan kembali Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jakarta 2030, yang merupakan arahan kebijakan dan strategi tata ruang dan pemanfaatan ruang di Jakarta. Dan di saat bersamaan sedang disusun pula Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Lewat kesempatan ini, Jakarta mampu merencanakan daratan, pesisir, lautan dan pulau-pulau kecil secara keseluruhan, sebagai bagian dari bentang alam tanpa terinterupsi dengan batasan administratif. Disini sungai-sungai bertemu dengan teluk, dan hutan bakau bertemu dengan laut. Disini kita meninjau ulang unsur kebencanaan secara holistik, sekaligus pengelolaan air dari daratan hingga lautan.
DKI Jakarta juga perlu mempertimbangkan untuk melakukan perubahan radikal dalam pengelolaan ruang, yaitu menyatukan mandat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang dan UU 27/2007 (UU 1/2014) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjadi satu rencana tata ruang daratan-pesisir-lautan-pulau-pulau kecil.
Selain rencana yang terkait dengan keruangan dan pemanfaatan ruang, DKI Jakarta juga harus menyusun dokumen teknokratik arahan pembangunan 5 tahun kedepan, yaitu RPJMD. Dan dalam waktu 2 tahun, DKI Jakarta harus memulai proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang menentukan arahan 20 tahun kedepan. Disini arahan ruang dapat mewujud menjadi pembangunan, baik infrastruktur maupun yang non-infrastruktur. Dan kesempatan seperti ini, mungkin hanya baru akan datang 15 atau 20 tahun lagi.
Namun sekali lagi, rencana akan berubah menjadi mimpi buruk jika proses perencanaannya dilakukan dengan setengah hati, tanpa berkolaborasi dengan warga dan tanpa berbasis data dan analisa, serta tanpa keberpihakan pada lingkungan hidup, kepublikan, keadilan dan rakyat miskin.
Dalam pidato inagurasinya, Gubernur Anies Baswedan mengajak warga DKI untuk berkolaborasi bersama-sama membangun Jakarta. Ini adalah ajakan baik, dan seharusnya momentum ini direbut warganya, agar berdiri sejajar bersama pemerintah dalam membangun masa depan Jakarta yang lebih baik.
Untuk tulisan lengkapnya mengenai momentum ini, bisa dibaca disini.