Bulan ini, hasil pemetaan BIODIVERSENI akan dipamerkan di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, Bali. Projek yang kami, Bali Lite Institute, garap sejak bulan Mei tahun ini, telah memasuki fase akhir pembuatannya. Data-data pemetaan dan geo-tagging tengah diolah untuk menjadi peta digital, sementara peta ilustratif tengah dikerjakan oleh rekan kami, Monez Gusmang.
Sebagai salah satu penerima hibah Dana SAM untuk Seni dan Lingkungan, proposal kami yang berjudul BIODIVERSENI: Seni dan Biodiversitas di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan dan Petanu bergulir lebih kencang dari yang kami duga. Bak bola salju yang terus bertambah besar, pemetaan yang pada awalnya kami rencanakan hanya untuk DAS, berkembang menjadi pemetaan seluruh desa Pejeng Tengah. Untuk kegiatan ini, Bali Lite Institute berkolaborasi dengan Pemerintah Desa Pejeng, Pewarta Desa Pejeng, Karang Taruna Warmadewa, ReMark Asia Bogor, SEKALA, Tim BRWA (Badan Registrasi Wilayah Adat) dan desainer aplikasi Leonard Papilaya.
Pemetaan tahap awal yang dilaksanakan pada awal bulan Juni lalu dan menghabiskan satu minggu di Desa Pejeng. Kami didampingi oleh tim Pewarta Desa Pejeng dan Karang Taruna Warmadewa, sementara ada tim dari Bogor yang juga turut turun ke desa dan menyumbangkan keahliannya di dalam pemetaan. Tim ReMark Asia membantu lewat panduan metode Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dalam proses pemetaan ini. Tujuan NKT adalah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan untuk mempertahankan lingkungan, selain berfungsi untuk membuat rencana tata ruang yang menjamin kelestarian ekologi, sosial budaya dan ekonomi, ujar Dwi R. Muhtaman, direktur ReMark Asia yang ikut turun ke lapangan. Selama beberapa hari itu kami turun basah ke sungai, bertamu ke rumah-rumah warga serta menapaki jejak-jejak sejarah masa lalu di pinggir sungai.
Ada banyak sekali kekayaan informasi yang berhasil kami gali dari desa berusia sepuluh abad ini. Keberadaan 63 pura dan ratusan arca purba yang tersebar hingga ke pura-pura keluarga di rumah penduduk, salah satunya. Contoh yang lain, kami juga berhasil mengidentifikasi 53 jenis burung dan beranekaragam satwa dan tanaman. Ada juga informasi tentang sejarah, mitos, kearifan lokal, kuliner dan potensi ekonomi Pejeng. Semua data tersebut sedang kami ringkas dan olah menjadi tulisan singkat yang informatif untuk dimasukkan ke peta cetak serta aplikasi android/iOs.
Ada harapan dari Kepala (Perbekel) Desa Pejeng Cok Agung Pemayun agar projek ini tidak berhenti pada pemetaan keragaman biodiversitas dan sosial saja melainkan menjadi modal pengaturan tata ruang di Desa Pejeng. Dengan begitu, perencanaan dan anggaran pembangunan dapat dialokasikan dengan tepat guna. Kami sering kali terkooptasi dengan kebijakan dari atas. Peta ini akan menjadi bahan advokasi tentang pengaturan ruang di desa. Desa ini seperti negara kecil dan kami di tingkat desa bukan orang yang bisa dibodohi. Kami ingin mengaturnya sebisa dan sebaik mungkin, ujar Perbekel Desa Pejeng dengan terus terang, seusai kami melaporkan hasil pemetaan pertama kami di Pejeng.
Rencananya, pameran BIODIVERSENI yang akan dibuka pada tanggal 24 Oktober dan akan berlangsung hingga tanggal 31 Oktober 2015 di Wantilan Pura Penataran Sasih Pejeng. Kami tunggu kehadiran rekan-rekan di Pejeng akhir Oktober ini! (Ditulis oleh teman-teman dari Bali Lite Institute)
Pingback: Ecolove Map – kata fauziqbal