Pilkada Jakarta tinggal hitungan hari saja. Sementara masa kampanye masih 2 minggu lagi, ternyata Jakarta sudah diserbu poster, stiker dan spanduk para cagub. Sementara masih ada saja sisa stiker dan poster kampanye Pemilu 2009 tersisa di Jakarta, entah itu di jalanlayang hingga ke sudut-sudut kampung. Dan tentunya akan bertambah banyak lagi hingga mendekati hari H Pilkada.
Sebetulnya ada tidak sih peraturan atau tata tertib dalam menempelkan spanduk, stiker dan poster? Ternyata ada loh, dan itu ditetapkan oleh KPU DKI Jakarta tahun 2011 silam, dan bisa diunduh di situs KPUD. Ternyata banyak tata tertib yang mengatur jalannya kampanye termasuk penempatan poster, stiker dan spanduk.
Poster, stiker dan spanduk termasuk dalam kategori Alat Peraga Kampanye: semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi dan program pasangan calon, simbol-simbol, atau tanda gambar pasangan calon yang dipasang untuk keperluan kampanye Pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih pasangan calon tertentu.
Menurut tata tertib KPUD tersebut banyak sekali ketentuan menempatkan poster di tempat umum. Ternyata alat peraga kampanye hanya boleh dipasang pada masa kampanye, yaitu tanggal 24 Juni hingga 7 Juli 2012 – atau selama 2 minggu hingga 3 hari sebelum hari pencoblosan. Jika ada spanduk, stiker atau poster terpasang di tempat umum, selain markas besar para cagub atau tempat para cagub mengadakan rapat, maka alat peraga tersebut wajib dicabut.
Lalu setidaknya ada 8 ketentuan terkait khusus dengan penempatan alat peraga kampanye. Misalnya para cagub hanya boleh memasang alat peraga pada tempat yang telah ditentukan. Ditambah lagi harus berkoordinasi dengan pemerintahan setempat, misalnya kelurahan dan pegawai PPS. Dan para simpatisan atau tim sukses DILARANG memasang spanduk, poster dan stiker di bangunan swasta (termasuk rumah warga) TANPA ijin tertulis dari pemilik properti.
Selain itu alat peraga kampanye TIDAK boleh dipasang di fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas), fasilitas pendidikan seperti sekolah, bangunan ibadah dan bangunan pemerintahan. Selain itu dilarang juga dipasang di tempat-tempat fasilitas umum seperti tiang listrik, tiang telepon, pohon peneduh hingga halte.
Penempel poster dan stiker wajib membersihkan hasil tempelannya 3 hari sebelum hari pencoblosan. Tapi dari pengalaman berapa banyak yang serius membersihkan hingga tuntas? Jangankan demikian, bahkan sebelum periode kampanye dimulai, sudah banyak sekali poster-poster bertebaran. Dan ketika dikeluhkan, salah satu akun twitter tim sukses cagub dengan entengnya malah seakan menunjukkan ‘nih ada cagub lain yang juga begitu’. Seakan-akan pilkada tersebut jadi kontes jeruk makan jeruk atau siapa yang berteriak maling lebih keras.
Lalu siapa yang paling dirugikan dari ketidakpedulian para cagub (atau setidaknya para tim sukses)? Bukan cagub tersebut tentunya, tapi warga kota yang harus melihat poster-poster semrawut menginvasi ruang kota, seakan tidak mempedulikan bahwa kota ini adalah milik bersama.
Bagaimana bisa mempercayakan kota ini terhadap orang-orang yang tidak mempedulikan kebersihan dan ketertiban kota? Masa-masa dimana seharusnya para cagub mengambil hati dengan program-program unggulan dan tindakan simpatik, tapi justru malah sebaliknya.
Terkait:
Ikutilah lomba twitpic alat peraga kampanye yang mengganggu dan melanggar. Berhadiah 2 Pocket Diary Moleskine 2013, untuk pemenang dgn kategori: 1) twitpic terbanyak dan 2) twitpic terbaik. Informasi lebih lanjut, klik disini.
Petisi menuntut gubernur Jakarta bersihkan Jakarta dari iklan politik liar, klik di sini.