Jalan Kaki dan Naik Bus Umum di Jakarta

Jakarta sudah terlalu terkenal sebagai kota yang tak ramah untuk pejalan kaki, bahkan kesohorannya pun sudah masuk media internasional seperti ditulis oleh New York Times dan disini. Kata macet pun susah dilepaskan dari imaji tentang Jakarta. Seperti layaknya debat telur dan ayam, Jakarta pun bisa berdebat tak ada habisnya tentang mana dulu yang dimulai: bangun sarana dan prasarana transportasi umum dulu baru mengharapkan pembatasan mobil? Atau apakah bangun jalan demi memenuhi rasio 20% demi mengurangi kemacetan, rasio yang selama ini misterius tidak diketahui darimana asalnya.

Perdebatan bisa saja terjadi di level teknokrat, tentang bagaimana meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas dalam hal ini pejalan kaki dan moda transportasi non-motor. Namun apakah benar begitu mustahil untuk berjalan kaki di Jakarta, seperti yang dituduhkan secara sepihak oleh koresponden New York Times? Memang medan untuk jalan kaki di Jakarta tidaklah senyaman Singapura, dan mungkin kalah dengan Surabaya, tapi sampai dibatas manakah toleransi yang bisa diberikan pejalan kaki? Tentu, jika warga kota menunggu semua fasilitas siap sedia terhubung, bisa jadi seperti Menunggu Godot, yang tak tahu kapan tibanya dan seperti apa rupanya. Sementara waktu berjalan, perubahan tidak bisa menunggu sampai semuanya siap, dan perubahan itu bisa datang dari gerakan warga kota.

Tadinya sehari-hari saya menggunakan mobil, mengakali 3in1 hingga bermacet-macetan sambil mengomel sepanjang hari. Dan suatu pagi di bulan Februari 2016, terima kasih juga karena kemacetan panjang bertubi-tubi setiap hari yang ditimbulkan akibat pembangunan MRT dan Koridor 13, saya memutuskan untuk berhenti menyetir dan mulai naik Transjakarta dan berjalan kaki. Hingga hari ini, saya masih dan terus berjalan kaki serta menggunakan transportasi publik. Bahkan sejak 8 bulan lalu, saya memutuskan berhenti total menggunakan layanan transportasi daring.

Ada banyak tips dan trik yang bisa saya bagi berdasarkan pengalaman dan pembelajaran selama 2 tahun ke belakang. Mulai dari bagaimana mengenali rupa-rupa dan jenis bus berdasarkan kode di Travi, bagaimana merencanakan perjalanan, hingga barang-barang penting yang bisa menjamin kenyamanan perjalanan. Nah saya ingin memulainya dengan berbagi hal yang terakhir ini. Barang yang saya bawa sehari-hari ini adalah hasil belajar dari pengalaman, dan sekaligus juga sudah mengalami transformasi. Misalnya tadinya saya membawa tissue, sekarang berganti dengan sapu tangan.

Rupa-rupa alat bantu perjalanan dengan transportasi umum dan jalan kaki di Jakarta

 

Setidaknya ada minimal 5 barang yang harus kamu miliki untuk membantu perjalananmu:

  1. Kartu Transjakarta dengan tempatnya. Taruhlah kartu ditempat yang mudah terjangkau. Kadang antrian di halte terjadi karena calon penumpang yang kebingungan mencari kartunya. Ingat, kita sedang naik transportasi publik, berarti kita harus memikirkan pihak lain juga. Saat ini, Transjakarta baru melayani 50% wilayah Jakarta, jadi kita pun harus bersiap-siap dengan moda lain, misalnya Kopaja, Metromini hingga Mikrolet. Untuk mempermudah perjalanan, bisa siapkan uang pas pada dompet kecil.
  2. Botol minum, minimal kapasitas 600 ml. Setidaknya dalam sekali perjalanan bersama bus bisa memakan waktu 30 menit. Dan akan lebih keren lagi jika tidak menggunakan botol sekali pakai, sekaligus mengurangi sampah plastik. Karena saya penggemar kopi, tak jarang saya membawa kopi seduhan sendiri dari kantor ataupun rumah dengan menggunakan travelling cup.
  3. Sapu tangan dan masker. Masker demi mengurangi beban polusi terhadap tubuh kita. Masker yang baik setidaknya bisa mengfilter polusi setingkat PM2.5.  Sebetulnya sapu tangan bisa banyak fungsi, dan kadang digantikan dengan tissue. Menggunakan sapu tanganpun berarti mengurangi konsumsi tissue dan produksi sampah juga.
  4. Jaket hujan dan payung, terutama di musim hujan sekarang ini! Ada klaim merek payung tertentu memiliki lapisan UV, sehingga bisa dipakai dibawah terik matahari di musim kemarau. Opsi tambahan untuk hadapi panas dan lembab adalah kipas elektrik.
  5. Sabun muka dan pembersih tangan. Janganlah kondisi jalan berdebu dan asap kendaraan menyulitkanmu untuk tampil segar dan tetap memastikan kebersihan diri setelah 1 jam berjalan kaki dan naik bus. Meningkatkan rasa percaya diri dan tidak bikin mendelik teman seperjalanan, saya pun membawa lotion.

Naik Transjakarta pun membebaskan tangan dan mata saya. Saya bisa membaca, dan bahkan bekerja. Kadang, walaupun sebagian Transjakarta punya jalur khusus, tapi ada saja halangan terjadi tiba-tiba yang memperlambat. Karenanya makanan kecil (kegemaran saya buah) kerap menemani perjalanan. Dan ada barang lain yang kerap saya bawa, yaitu tas lipat dan kotak makanan kosong.

Nah apakah kalian punya tips naik transportasi umum dan jalan kaki di Jakarta?

One thought on “Jalan Kaki dan Naik Bus Umum di Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *