Sekilas Tentang Persiapan Tengok Bustaman oleh Anastasia (Ami) Dwirahmi
Akhirnya, rangkaian program UKD Semarang di Kampung Bustaman hampir mendekati akhir. Pada 18-19 Mei 2013, tim bersama warga mengadakan festival kampung bertajuk Tengok Bustaman. Festival ini juga menggandeng banyak komunitas seni di Semarang untuk berpartisipasi. Gagasan mengenai festival ini disampaikan pada warga di awal Mei 2013. Dalam waktu yang singkat, beberapa rapat persiapan, presentasi pada warga, pendekatan dengan komunitas dilakukan secara berurutan. Warga dan komunitas menyambut baik dan sangat antusias terhadap rencana ini.
Rangkaian kegiatan sudah dimulai sejak Minggu, 12 Mei 2013. Pada hari itu, rekan-rekan dari Orart Oret, sebuah komunitas sketsa di Semarang, mengajak warga Bustaman menggambar kampung mereka. Walaupun mulanya sedikit malu-malu, akhirnya banyak juga anak-anak dan remaja yang mulai ikut menggambar. Menurut Dadang Pribadi, seorang penggagas komunitas ini, jumlah gambar yang terkumpul dari warga ada sekitar 27. Semua gambar tersebut kemudian dipamerkan di festival kampung.
Warga juga tidak mau kalah bersiap. Sejak Selasa, 14 Februari 2013 warga Bustaman sudah mulai terlihat sibuk. Beberapa warga senior yang dikomando langsung oleh Pak RW sibuk memasang lampu. Beberapa mulai menyapu halaman, membersihkan selokan, dan mushola. Para ibu juga mulai berkumpul, membicarakan kira-kira apa yang akan mereka jual di acara Tengok Bustaman. Mulai muncul ide-ide segar dari warga, warga yang tadinya tidak rutin berjualan, berniat untuk memasak beberapa jenis makanan untuk dijual. Selain itu, mereka juga mulai bersiap memasak untuk konsumsi pengisi acara, yang memang seluruhnya diupayakan secara swadaya oleh warga.
Remaja Bustaman yang kini mulai aktif kembali di bawah bendera Ikatan Remaja Bustaman semakin aktif membantu persiapan festival, terutama yang berkaitan dengan tata visual kampung. Para remaja putri membuat umbul-umbul dan hiasan lain. Sementara remaja putra membantu beberapa komunitas street art, seperti Hokage, ZOS, dan OneTwoPM untuk membuat mural kampung. Remaja mengaku senang karena selain kampungnya menjadi semarak, mereka juga mendapatkan ilmu baru.
Ketika beberapa gambar mural sudah jadi, banyak warga yang berkumpul membahas gambar di tembok kampung mereka tersebut. Salah satu karya mural dari ZOS menampilkan sejarah singkat mengenai Kampung Bustaman, dengan gambar seorang kyai yang menggendong kambing. Warga membahas gambar dan tulisan yang ada di mural tersebut, sebuah informasi sejarah kampung yang beberapa dari mereka belum ketahui sebelumnya. Misalnya mengenai keberadaan sumur Kyai Bustam dan hubungan kekerabatan Sang Kyai dengan Raden Saleh.
Selain kegiatan-kegiatan dalam rangka persiapan festival, ada juga beberapa workshop yang ternyata berhasil membangkitkan suasana kebersamaan kampung jelang festival. Salah satu workshop diadakan oleh Serok Mancung, yang mengajak anak-anak dan pemuda kampung bermain permainan tradisional bersama. Gambang Semarang Art Company, yang juga membuka acara Tengok Bustaman, mengadakan workshop tari gratis untuk Kampung Bustaman.
Melihat kampungnya sudah berhias, warga semakin semangat menyambut festival. Apalagi mereka tahu bahwa banyak komunitas seni di Semarang yang turut berpartisipasi. Beberapa kali para orang tua sempat mengingatkan anak-anak mereka untuk banyak belajar dari teman-teman komunitas yang datang membantu mereka, agar Kampung Bustaman bisa menjadi kampung yang kreatif. Selama persiapan tersebut warga mengungkapkan harapannya agar acara serupa bisa diselenggarakan setiap tahun.