Ditulis oleh: Alvin Andrean dan Halifaldza Jaladri
Jakarta, kota metropolitan terbesar di Indonesia, tengah menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Kemiskinan, kemacetan, ketimpangan sosial, hingga ancaman krisis iklim menjadi persoalan yang membutuhkan solusi nyata. Situasi ini semakin berat bagi masyarakat yang rentan, terutama yang tinggal di pesisir, kampung kota, dan kepulauan. Mereka yang rentan sering kali tidak memiliki kapasitas untuk mengatasi permasalahan yang ada. Ancaman ketidakadilan terakumulasi hari demi hari, mulai dari penggusuran hingga minimnya akses untuk bertahan dari krisis iklim.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi krisis iklim dan lingkungan, namun seringkali usaha-usaha tersebut bersifat sporadis dan tidak melibatkan kolaborasi yang efektif antara berbagai pihak. Oleh karena itu, kebutuhan untuk bekerja bersama dalam menghadapi tantangan ini menjadi langkah penting, yang dipercaya dapat mempermudah penyelesaian masalah Jakarta ke depan dan menciptakan usaha-usaha yang lebih konkrit.
Koalisi Komite Keadilan Perkotaan: Upaya Kolektif untuk Keadilan Sosial dan Lingkungan
Rujak Center for Urban Studies, yang memiliki tujuan untuk mengedepankan prinsip kota yang adil dan lestari, mendorong langkah kolektif dengan bergabung bersama Komite Keadilan Perkotaan (KKP). Komite ini merupakan gabungan berbagai organisasi dan komunitas peduli lingkungan yang didalamnya terdiri dari Greenpeace, Walhi Jakarta, Rujak Center for Urban Studies dan berbagai lembaga lainnya. Komite ini dibentuk sebagai upaya menciptakan sebuah kota yang tangguh terhadap perubahan iklim, komite ini juga berkomitmen untuk mewujudkan keadilan sosial dengan memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diterapkan dapat memberikan manfaat yang inklusif dan merata bagi seluruh masyarakat, tanpa adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu. Melalui advokasi jangka panjang, KKP berfokus pada perubahan kebijakan yang berkelanjutan, seperti pengelolaan sumber daya alam yang lebih bijaksana, pemanfaatan energi terbarukan, serta penataan kota yang ramah lingkungan dan berpihak pada masyarakat marginal.
Aksi Damai untuk Pemulihan Lingkungan
Menjelang Pilkada Serentak 2024, Jakarta menjadi sorotan utama dengan berbagai dinamika yang tengah berkembang. Momentum Pilkada ini sangat penting sebagai masa transisi kepemimpinan Jakarta ke depan. Untuk itu, Pada 11 November 2024, Komite Keadilan Perkotaan, komunitas Betawi, dan warga Pulau Pari menginisiasi aksi bersama untuk mendorong pemulihan Jakarta, terlepas dari siapa pemimpin berikutnya.
- Aksi Spanduk Tuntutan
Di Pantai Perawan, Pulau Pari, empat spanduk dipasang sebagai bagian dari aksi ini. Spanduk tersebut berisi berbagai tuntutan yang mengedepankan keadilan sosial dan lingkungan kepada calon pemimpin Jakarta. Setiap spanduk menyoroti isu-isu penting, seperti keberlanjutan, inklusifitas, aksesibilitas, serta perlindungan terhadap lingkungan. Aksi ini tidak hanya sebagai bentuk protes, tetapi juga sebagai seruan untuk perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat yang terdampak oleh perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
- Aksi Tanam Mangrove
Banjir rob yang sering melanda bagian barat Pulau Pari membuat upaya peninggian tanah tidak lagi efektif. Sebagai alternatif, penanaman mangrove dipilih sebagai solusi jangka panjang. Mangrove dapat menghalau ombak besar, mengurangi erosi pantai, dan memperbaiki ekosistem pesisir. Kami melakukan aksi tanam mangrove bersama KKP, Komunitas Betawi, dan Warga Pulau Pari. Pada prosesnya semua orang melihat aksi ini sebagai harapan positif ke depan, meskipun tindakan ini terlihat kecil, kami berharap mampu mengajak berbagai pihak untuk ikut serta dalam aksi ini kedepan,
- Diskusi Bersama Warga
Sebagai akhir dari kegiatan, kami melaksanakan diskusi antara Komite Keadilan Perkotaan, Komunitas Betawi, dan warga Pulau Pari. Warga berbagi pengalaman dan permasalahan yang mereka hadapi. Salah satu warga, Pak Katur, mengungkapkan peningkatan ancaman dari korporasi yang berusaha mengembangkan pariwisata di pulau mereka, yang tentunya berpotensi merusak keberlanjutan hidup dan status tempat tinggal mereka. Di sisi lain, Babeh Lantur, tokoh masyarakat Betawi, berbagi cerita tentang upayanya menjaga kondisi sungai di wilayahnya dari ancaman banjir dengan memasang patok-patok bambu, upaya ini berhasil menjaga orisinalitas sungai. Diskusi Rembug Pulihkan Jakarta ini membawa kami untuk mengetahui tantangan-tantangan terhadap lingkungan secara menyeluruh, serta strategi kolaboratif yang efektif kelompok-kelompok kecil untuk terciptanya langkah-langkah taktis dalam menghadapi krisis iklim.
Masa Depan Jakarta Ada di Tangan Pemimpin Selanjutnya
Komite Keadilan Perkotaan, Komunitas Betawi, dan warga Pulau Pari meyakini bahwa berbagai langkah yang telah dilakukan merupakan awal penting dalam mendorong tercapainya keadilan lingkungan. Kini, tantangan besar ada di tangan pemimpin Jakarta yang akan datang. Pemimpin terpilih harus menyadari ancaman lingkungan yang semakin nyata dan memiliki pemahaman mendalam tentang pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Selain itu, mereka harus bertanggung jawab atas keberlanjutan kota ini dengan fokus pada pembangunan yang inklusif, serta kebijakan yang berpihak pada pelestarian alam, pengelolaan sumber daya yang bijak, dan mitigasi perubahan iklim. Dengan pendekatan holistik, Jakarta siap menghadapi tantangan lingkungan yang semakin besar dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh warganya.
Perjuangan ini baru awal. Kolaborasi antara warga, komunitas, dan organisasi seperti Komite Keadilan Perkotaan menunjukkan bahwa perubahan nyata bisa dimulai dari akar rumput. Dengan kepemimpinan yang peduli dan kebijakan yang berpihak, Jakarta dapat menjadi kota yang adil, lestari, dan tangguh bagi seluruh warganya.
Mari bersatu untuk Jakarta yang lebih baik.