Tahun 2015 hingga 2016 merupakan tahun yang kelam bagi warga miskin kota Jakarta. LBH Jakarta mencatat setidaknya ada 113 kasus penggusuran di tahun 2015 dan 193 kasus penggusuran di tahun 2016 yang terjadi di kampung kota dan ruang usaha informal warga. Hal itu melatarbelakangi beberapa kampung yang menjadi korban penggusuran paksa untuk berjejaring mengupayakan kembalinya kampung dan keamanan bermukim mereka. Melalui proses yang didukung berbagai pihak, Kampung Akuarium, Kampung Kunir, Kampung Bukit Duri dan Kampung Kebon Bayam berhasil menjadi pelopor inovasi model penataan kampung di DKI Jakarta dalam bentuk “Kampung Susun”.
Keempat kampung susun ini lahir dari konteks, proses, mekanisme yang berbeda namun dalam koridor desain dengan semangat yang hampir sama, meski istilah kampung susun sendiri masih belum terdefinisikan. Apakah kampung susun adalah sebuah produk? Apakah kita sedang membicarakan tentang bentuk atau prosesnya? Adakah standar-standar dalam merencanakan kampung susun? Dan apa yang membuat kampung susun menjadi tipologi hunian yang berbeda dengan kampung atau rumah susun? Lalu, setelah adanya kampung susun, bagaimana masa depan kampung kota Jakarta, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang belum terjawab.
Rujak Center for Urban Studies mengajak para arsitek pendamping warga Kampung Akuarium, Kampung Kunir, Kampung Bukit Duri dan Kampung Kebon Bayam untuk merefleksikan proses kreatif dan kolaborasi yang terjadi, serta bagaimana kampung susun telah menjadi bagian integral masa depan kota Jakarta. Refleksi tersebut dirangkum dalam satu diskursus mengenai Kampung Susun dan Masa Depan Kampung Jakarta.
Nantikan terbitan buku ini pada katalog penjualan kami di https://www.tokopedia.com/rcus!