Oleh: Dzaki Darmawardana
Di tengah ancaman krisis iklim, pendanaan iklim (climate finance) tidak hanya berbicara soal angka, tetapi juga soal keadilan dan akses. Di pengawal tahun 2025, kami telah menyelenggarakan rangkaian kelas bertajuk “Understanding Climate Finance” yang membahas tentang tantangan dan peluang pendanaan iklim, khususnya bagi kota-kota di Indonesia. Melalui sesi yang menghadirkan para pakar dari berbagai latar belakang, kelas ini mengupas tuntas isu seputar pendanaan iklim, dari kesenjangan pendanaan antara negara maju dan berkembang, mekanisme pendanaan iklim inovatif, hingga peran komunitas dalam mendanai aksi iklim.
Merefleksikan 7 sesi kelas kami, berikut adalah 8 hal yang perlu Anda ketahui tentang Climate Finance!
- Kebingungan Negara Berkembang
Bagi banyak negara berkembang, mengalokasikan proyek-proyek aksi iklim bisa dianggap belum menjadi prioritas saat masih ada kebutuhan pembangunan ekonomi dan sosial lainnya. Di sisi lain, gap pendanaan yang diperoleh dari negara maju juga masih jauh dari kebutuhan yang ada, terlebih bentuknya yang masih didominasi pinjaman.
“Climate is a luxury for developing countries… We don’t have money, we need to grow. Therefore, it’s not something priority for us.” (Sophie Webber)
- Publik vs. Swasta
Pemerintah dan sektor swasta memiliki peran berbeda dalam pendanaan iklim. Di satu sisi, pemerintah berorientasi pada stabilitas, di sisi lain, pendanaan swasta berorientasi pada keuntungan. Tanpa arah kebijakan pendanaan yang jelas, kesenjangan ini menyebabkan proyek-proyek krusial tidak mendapat dana yang cukup. - Kenapa Proyek-Proyek Mitigasi Lebih Cuan?
Pendanaan iklim sering kali lebih banyak mengalir ke proyek-proyek mitigasi perubahan iklim, seperti energi terbarukan dan perkebunan berkelanjutan. Selain karena memang lebih banyak mendatangkan return, proyek-proyek adaptasi juga dianggap lebih beresiko karena sifatnya yang lebih berdimensi publik. - Loss and Damage yang Belum Keliatan Hilalnya
Negara-negara yang memiliki indeks kerentanan tinggi perubahan iklim telah lama meminta mekanisme dan pendanaan restitutif untuk menangani dampak yang sudah terjadi akibat perubahan iklim. Sayangnya, hingga kini, mekanisme yang dinamakan Loss and Damage itu masih dipenuhi ketidakpastian disaat dampak yang ada semakin terasa.
“Bencana tidak menunggu negosiasi selesai. Kita butuh dana sekarang, bukan dekade depan.”
(Denia Syam) - Hati-Hati Greenwashing!
Tren investasi hijau sedang banyak menyita perhatian publik. Sekalipun demikian, nyatanya tidak semua proyek yang mengklaim ‘berkelanjutan’ benar-benar ramah lingkungan. Bagaimana kita bisa membedakan antara investasi hijau yang nyata dan sekadar strategi pemasaran? Transparansi, akuntabilitas, dan kepastian kuncinya.
“Investor ingin dampak, bukan sekadar keuntungan. Kalau green bonds gagal memenuhi harapan, kepercayaan akan hilang…” “Memberi label ‘hijau’ saja tidak membuatnya berkelanjutan. Kita butuh akuntabilitas yang nyata.” (Ahmad Baihaki) - Pendanaan Iklim yang Adil
Transisi yang diakibatkan pendanaan iklim dapat menyebabkan dampak sosial yang signifikan. Dalam konteks ini, penting untuk bisa memasukan dimensi keadilan dalam pendanaan iklim. Hal ini penting untuk bisa memasukan distribusi manfaat yang adil bagi seluruh kelompok masyarakat, khususnya yang paling bergantung pada sumber daya tersebut.“Transition alone is not enough—it must be a just transition. Otherwise, we’ll just end up with the same companies switching from fossil fuels to renewables, without addressing inequality” (Sarinee Achavanantakul)
- Pendanaan Iklim Di Tengah Kondisi Global
Kondisi geopolitik internasional belakangan menunjukkan perkembangan yang sangat dinamis. Sebut saja mundurnya AS di bawah Donald Trump yang mundur dari perjanjian Paris Agreement, diikuti dengan beberapa statement pejabat pemerintah Indonesia, seperti Hashim Djojohadikusumo dan Bahlil Lahadalia yang sedang mempertimbangkan jalan yang diambil Trump. Menurut Mari Elka Pangestu, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional yang juga sekaligus Ex-Direktur World Bank, saat ekonomi global mengalami ketidakstabilan, pendanaan iklim sering kali menjadi sektor yang paling pertama dipotong.
“Pendanaan iklim selalu jadi yang pertama dipotong saat krisis terjadi. Ini harus diubah.” (Mari Elka Pangestu) - Dari Komunitas, untuk Komunitas
Menyadari ketidakpastian pendanaan iklim yang semakin genting kian harinya, alih-alih menunggu pendanaan publik dan swasta konvensional, banyak komunitas mulai menggalang dana sendiri untuk membiayai proyek adaptasi lokal. Cara ini terbukti lebih cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Masyarakat tahu apa yang mereka butuhkan. Jika dana langsung ke mereka, dampaknya akan lebih besar.” (Ahmad Baihaki)