Oleh: Imam Supratiko
Perubahan iklim dan kenaikan suhu global telah menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Dalam konteks hunian, khususnya perkampungan padat di perkotaan yang minim ruang terbuka, tantangan ini mendorong upaya kolaborasi untuk mencari solusi inovatif yang kontekstual. Salah satu pendekatan yang mudah dan murah namun kian terlupakan adalah prinsip passive cooling design atau desain pendinginan pasif, yakni sebuah prinsip yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada sistem pendingin mekanis seperti AC yang menjadi salah satu kontributor urban heat island (UHI). Untuk mendorong penerapan konsep pendinginan pasif, sebuah lokakarya tentang desain pendinginan pasif diselenggarakan bersama Arkom Indonesia, dengan berfokus pada berbagi pengetahuan dan proses di masing-masing kota dalam menghadapi tantangan kenaikan suhu dan UHI.
Workshop ini diadakan selama satu hari dan diikuti oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Paguyuban Kalijawi dan Koperasi Kampung Muka, arsitek komunitas dari Arkom Indonesia, AKUR, dan Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, serta ahli di bidang desain pendinginan pasif.
Proses workshop terbagi menjadi beberapa tahap:
A. Melawat ke Kampung Marlina
Kunjungan Ke Kampung Marlina
Kegiatan pertama dimulai dengan mengunjungi Kampung Malina. Kampung Marlina yang terletak di Jakarta Utara menghadapi tantangan kepadatan penduduk yang meningkat, diiringi dengan ekspansi rumah vertikal yang mengakibatkan penurunan kualitas hunian. Ekspansi ini menutupi area gang, mengurangi sirkulasi udara dan pendinginan pasif, memperparah dampak panas matahari dan UHI. Pada 2021, Koperasi Marlina Maju Bersama bersama beberapa lembaga melakukan penataan hunian dengan pendekatan pendinginan pasif dan mempromosikan perumahan kolektif berbasis koperasi. Proses ini melibatkan warga dalam perencanaan, konstruksi, dan pengelolaan keuangan. Prinsip desain komunal diterapkan, seperti memanfaatkan teras untuk berbagai kegiatan dan membuka gang untuk aktivitas warga dengan memotong bagian rumah yang menutupinya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akses sinar matahari dan sirkulasi udara, meningkatkan kualitas hunian, terutama dalam menghadapi UHI.
Perwakilan dari Paguyuban Kalijawi, yaitu Saryanto dan Mega, dan Arkom Indonesia sebagai pendamping mengunjungi Kampung Marlina selain untuk melihat konteks lokasi di Jakarta, juga berdiskusi bersama tim koperasi untuk mempelajari skema penataan yang dilakukan secara kolektif. Beberapa hal yang dipelajari dari inisiatif penataan di Kampung Marlina adalah prinsip penataan yang disepakati, aspek desain pendinginan pasif, persiapan dan pelaksanaan konstruksi, hingga pengelolaan dana bergulir yang menjadi tanggung jawab koperasi.
B. Melawat ke Kampung Muka
Kunjungan Ke Kampung Muka
Kampung Muka, yang terletak di Kelurahan Ancol, Jakarta Utara, merupakan kawasan padat penduduk dengan sekitar 13.000 jiwa. Awalnya berupa wilayah empang, kampung ini berkembang pesat setelah adanya pabrik batako dan barko yang menarik banyak pendatang. Sejak tahun 1930-an, Kampung Muka dihuni oleh perantau yang bekerja sebagai petani sayur dan buruh gudang. Pertumbuhan penduduk semakin meningkat, terutama karena kebutuhan tenaga kerja di sekitar Anak Kali Ciliwung. Kini, Kampung Muka menghadapi tantangan kenaikan suhu dan kepadatan penduduk, mendorong upaya adaptasi melalui program Passive Cooling Collaborative (PCC) bersama berbagai pihak untuk mengatasi dampak UHI.
Pada kesempatan lokakarya ini, kunjungan ke Kampung Muka dilakukan oleh perwakilan Paguyuban Kalijawi dan Arkom Indonesia untuk memahami konteks lokasi dan tantangan yang ada di Jakarta. Meskipun kedua lokasi memiliki tipologi yang sama yaitu kampung kota yang padat, namun konteks ekonomi, sosial, dan budaya memberikan corak yang jadi pembeda satu sama lain.
Pada waktu malam di hari yang sama, diadakan juga lokakarya yang membahas tentang perkembangan desain 10 deret rumah di Kampung Muka. Lokakarya dimulai dengan pemaparan desain masing-masing rumah yang dikembangkan berdasarkan kesepakatan bersama dan juga aspek pendinginan pasif. Dalam lokakarya ini juga terdapat sesi konsultasi oleh ahli di bidang desain pendinginan pasif yaitu Muhammad Nur Fajri Alfata yang merupakan insinyur bangunan di Direktorat Jenderal Perumahan dan Kawasan Permukiman. Di pertemuan tersebut, beliau menyampaikan penerapan prinsip desain pendinginan pasif yang sebetulnya sederhana namun semakin terlupakan dan memberikan saran untuk meningkatkan efektivitas desain.
C. Kolaborasi lintas disiplin
Konsep Passive Design
Tantangan kenaikan suhu global merupakan masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan multidisiplin dan kolaboratif. Arsitek, sebagai perancang ruang hidup manusia, tidak dapat bekerja secara soliter. Mereka perlu berkolaborasi dengan ahli iklim, teknik sipil, energi terbarukan, dan ilmu sosial untuk menciptakan desain bangunan yang responsif terhadap perubahan iklim, sekaligus nyaman dan efisien. Misalnya, integrasi material bangunan berdaya serap panas rendah, sistem ventilasi alami, atau green infrastructure memerlukan masukan dari berbagai keahlian.
Namun, kolaborasi teknis saja tidak cukup. Partisipasi masyarakat sebagai pengguna akhir adalah kunci keberhasilan. Melalui lokakarya atau forum diskusi, arsitek dan ahli dapat memahami kebutuhan spesifik, nilai budaya, dan kebiasaan lokal yang mempengaruhi penerapan desain.
Lebih jauh, kolaborasi semacam ini membuka peluang kolaborasi jangka panjang, seperti pengembangan kebijakan berbasis komunitas atau inovasi teknologi terjangkau. Dengan pendekatan inklusif dan berkelanjutan, kita dapat mewujudkan kota yang adaptif terhadap iklim, adil secara sosial, dan lestari secara lingkungan—sebuah masa depan di mana semua pihak berkontribusi dan merasakan manfaatnya.