Nenek Ida, Pasar Apung dan Kisah Kantong Kresek

Nenek Ida sedang Bersama salah satu cucunya (kiri). (gambar sisi kanan) dari kiri nenek Ida, Yanti dari Kakikota Banjarmasin, Rizky Rujak, Kang Deman Kreasi Sungai Putat (KSP) dan Ronal dari tim Kakikota Banjarmasin.

“Berdagang dan berbelanja dulu kada menggunakan kantong plastik.” tutur nenek Ida.

Nenek Ida merupakan pedagang di pasar apung Muara Kuin sejak tahun 1992, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. nenek Ida sudah tidak berdagang sejak tahun 2015 alias pensiun. Selain dikenal sebagai pedagang di pasar apung Muara Kuin, nenek Ida sempat fenomenal karena kerap muncul di salah satu stasiun televisi swasta, untuk menjadi simbol media tersebut sebagai iklan atas televisinya. Sudah hampir tujuh tahun televisi tersebut memajang rupa nenek Ida untuk mengenalkan televisinya kepada publik dengan pemandangan pasar apung tatkala nenek Ida sedang berdagang.

Aktifitas sehari-hari nenek Ida selalu berdagang. Nenek Ida bercerita sejak tahun 2014-2015 para pedagang pasar apung sudah mulai angkat kaki berpindah ke darat. Dahulu hampir di belakang rumah kami, sungai Kuin ini banyak pedagang pasar apung. Tetapi sekarang sudah sedikit sekali dan hampir sudah jarang sekali.” tutur nenek Ida.

“Setiap rumah memiliki jukung, tetangga di kanan dan kiri rumah saya memiliki sudah pasti memiliki jukung dan kelotok (perahu kecil). Sekarang, jukung saya pun rusak, karena sudah tidak terpakai lagi. “tutur nenek Ida.

Nek Ida bercerita, di sungai belakang rumahnya lebih ramai pedagang pasar apung bahkan lebih ramai dari pasar apung Lokba Intan. Menurut nek Ida, bahwa kebiasaan berdagang dahulu di pasar apung Muara Kuin tidak menggunakan kantong plastik, juga para pembeli tidak menggunakan kantong kresek, mereka biasa membawa bakul.

Bakul merupakan alat berbelanja yang biasa digunakan bagi masyarakat Banjar umumnya. Biasanya bakul di buat dari anyaman bambu, atau bisa juga menggunakan tanaman purun sebagai media kerajinannya. Tradisi itu pernah menjadi keseharian berbelanja sebagian besar masyarakat kita, termasuk para pembelanja dan pedagang pasar apung Muara Kuin. Sejak kantong plastik (kresek) dan berbagai kemasan plastik hadir, masyarakat berbelanja sudah enggan membawa bakul-bakulnya. Kantong plastik telah mengganti kebiasaan warga sehari-hari menggunakan bakul untuk berbelanja dan transaksi jual-beli. hingga akhirnya kantong plastik telah menjadi populer terutama dalam berbelanja.

Namun pastinya, gunungan sampah di TPA (tempat pembuangan akhir) sampah menumpuk, menggunung dan mengeras. Timbunan sampah yang dilewati berbagai alat berat (bulldozer) pun sangat kuat. Hektaran lahan pun perlahan mulai tidak menampung, meninggi menjadi jalan menumpukan sampah hingga tak tahu, berapa tinggi lagi tumpukan itu akan terus meninggi. Semua ini terjadi karena hidup efisien dan tidak ribet telah diperkenalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan kantong plastik.

“Dahulu orang-orang dari Martapura, bahkan Lokba Intan bekayuh dan bekelotok ramai-ramai mengunjungi pasar apung Muara Kuin.”tutur nek Ida. Pasar apung Muara Kuin merupakan pasar apung teramai menurut nek Ida. Biasanya nek Ida menjual ikan, sayur-sayuran dan beras ketika berdagang. Arus ombak sangat kuat ketika speedboot dan perahu besar bermotor lewa, tetapi sepuluh tahun berdagang belum pernah tenggelam.” tutur nenek Ida tersenyum.

Perkembangan pasar darat memberi harapan baru untuk mengais lebih rezeki, setelah berdagang di pasar apung Muara Kuin. Pasalnya perkembangan pembeli di darat juga menjadi harapan selain di atas sungai. “Ditambah pula, perkembangan pasar-pasar di darat sudah merajalela dimana-mana. Pasar apung Muara Kuin perlahan mulai ditinggalkan.”tutur nek Ida membayangkan masa lalu.

Kini para pedagang pasar apung berpikir bahwa rezeki ada di darat. Pasar apung kini menjadi simbol bagi warga Banjarmasin untuk mengingat bahwa mereka pernah berdaulat memanfatkan sungai. Kini identitas kota seribu sungai itu pun menjadi tak pasti. Jikalau mereka bertahan disungai, mungkin bisa, tapi sulit untuk bertahan disana. Jikalau mereka berpindah ke darat pun, mereka masih mengingat bahwa pasar apung menyimpa banyak kenangan bagi mereka.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *