Ditulis oleh: Elisa Sutanudjaja
Delapan tahun lalu, saya dan Marco Kusumawijaya membaca opini Leilani Farha di The Guardian, tentang pentingnya melihat rumah sebagai hunian dan bukan komoditas dan bagaimana peran kota dalam mewujudkan hal tersebut. Saat itu Leilani adalah Pelapor Khusus PBB tentang Hak atas Hunian Layak. Tulisan tersebut terasa dekat di saat gempuran penggusuran paksa melanda Jakarta di medio 2015-2016, termasuk penggusuran paksa di Kampung Akuarium, Kalijodo dan Kampung Pulo serta Kampung Kunir. Kami berdua mengontak Leilani dan meminta kesediaan beliau untuk melakukan kunjungan ke Jakarta. Leilani Farha pun menyanggupi. Walau sejak awal berdiri Rujak sudah menentang praktek penggusuran paksa, kunjungan Leilani Farha memantik Rujak mengadvokasi hak atas hunian layak secara lebih menyeluruh dan strategis.
Refleksi Rujak pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia.
Hari ini, pada Hari Hak Asasi Manusia, kita bersama diingatkan kembali akan pentingnya memperjuangkan hak-hak dasar manusia yang sering kali terabaikan. Salah satu hak fundamental yang diakui oleh dunia internasional, tetapi kerap luput dari perhatian di Indonesia, adalah hak atas hunian layak. Hak ini tercantum dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia lewat Undang Undang 11/2005. Meski demikian, realitas menunjukkan bahwa hak atas hunian layak sering kali dilupakan, terutama karena rumah semakin dipandang sebagai barang spekulatif, bukan sebagai kebutuhan dasar manusia.
Pergeseran paradigma ini telah menyebabkan semakin banyak orang kehilangan akses terhadap hunian yang aman dan layak dan terancam peggusuran. Di tengah urbanisasi yang pesat, hunian yang layak menjadi semakin tidak terjangkau, terutama bagi masyarakat miskin perkotaan. Padahal, rumah bukan hanya tempat berlindung, melainkan juga pusat kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang menjadi pondasi martabat manusia.
Mengapa Hunian Layak Penting?
Hak atas hunian layak mencakup tujuh kriteria yang saling berkaitan: keamanan tenurial, ketersediaan layanan dasar, keterjangkauan harga, kelayakan yang memadai, aksesibilitas, kesesuaian lokasi, dan kesesuaian dengan budaya. Ketujuh kriteria ini tidak dapat dilihat secara terpisah dan menjadi satu kesatuan untuk memastikan bahwa setiap individu dapat menikmati hunian yang tidak hanya layak secara fisik tetapi juga memenuhi kebutuhan emosional, sosial, dan budaya mereka.
Keamanan tenurial adalah fondasi utama dari hak atas hunian layak. Tanpa jaminan hak atas tanah dan tempat tinggal, masyarakat menjadi rentan terhadap penggusuran, seperti yang sering terjadi di kampung-kampung kota. Penggusuran tidak hanya menghilangkan tempat tinggal fisik tetapi juga menghancurkan jaringan sosial dan budaya yang telah lama terbentuk. Oleh karena itu, keamanan tenurial harus menjadi prioritas utama dalam setiap upaya penyediaan hunian, termasuk hunian sewa.
Selain itu, ketersediaan layanan dasar seperti air bersih, listrik, dan sanitasi juga menjadi syarat penting. Rumah tanpa akses ke layanan ini tidak dapat dianggap layak, karena tidak mampu mendukung kehidupan yang sehat dan produktif. Misalnya, hunian dengan sanitasi yang buruk dapat memicu penyakit menular yang merugikan kesehatan masyarakat, terutama di daerah perkotaan yang padat.
Keterjangkauan harga menjadi tantangan terbesar dalam penyediaan hunian layak. Harga rumah yang terus melambung membuat banyak masyarakat, terutama generasi muda, sulit memiliki hunian sendiri. Di sisi lain, program pemerintah seperti Tapera sering kali tidak efektif memberikan solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang akhirnya tetap terjebak dalam lingkaran ketidakmampuan finansial.
Hunian layak juga harus memadai secara fisik, dengan ukuran, ventilasi, dan struktur yang memenuhi standar keselamatan. Aksesibilitas adalah aspek lainnya, terutama bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan lansia, yang membutuhkan hunian dengan desain yang inklusif. Kesesuaian lokasi memastikan hunian berada di tempat yang strategis, dekat dengan fasilitas publik seperti sekolah, tempat kerja, dan transportasi umum, sehingga mendukung mobilitas sosial. Terakhir, kesesuaian budaya menjaga agar hunian tetap selaras dengan nilai dan tradisi masyarakat setempat, yang sering kali terabaikan dalam pembangunan modern.
Ketika ketujuh kriteria ini terpenuhi secara bersamaan, hunian layak menjadi solusi menyeluruh yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik tetapi juga mendukung kehidupan bermartabat bagi setiap individu.
Advokasi Rujak untuk Hunian Layak
Sebagai think-act tank yang berfokus pada kelestarian dan keadilan kota, Rujak Center for Urban Studies telah melakukan berbagai advokasi untuk memastikan terpenuhinya hak atas hunian layak. Pendekatan holistik Rujak tidak hanya menyoroti aspek fisik hunian, tetapi juga dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling terkait.
Salah satu contoh nyata adalah riset pertanahan yang dilakukan Rujak di 16 kampung kota di Jakarta. Penelitian ini mengungkapkan berbagai persoalan terkait ketidakamanan tenurial yang dihadapi oleh masyarakat miskin perkotaan. Temuan dari riset ini kemudian menjadi pendorong bagi pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria di DKI Jakarta, yang salah satu tujuannya memberikan jaminan hak atas tanah bagi masyarakat kampung kota yang selama ini terabaikan.
Selain itu, Rujak sejak awal juga memainkan peran penting dalam pembangunan kembali Kampung Akuarium. Kampung yang pernah digusur paksa pada 11 April 2016 ini kini menjadi contoh bagaimana kampung susun dapat menjadi solusi hunian layak yang berbasis komunitas. Upaya kolaboratif bersama berbagai organisasi dan kelompok masyarakat ini tidak hanya membangun kembali hunian secara fisik tetapi juga merevitalisasi jaringan sosial dan ekonomi warga Kampung Akuarium.
Advokasi hunian berbasis kolektif juga menjadi salah satu fokus Rujak. Bersama Arkom dan Urban Poor Consortium, Rujak menggagas Collective Housing untuk mengubah paradigma hunian dari barang privat yang spekulatif menjadi commons yang dikelola secara kolektif. Upaya ini melahirkan Koalisi Perumahan Gotong Royong, yang kini didukung oleh enam organisasi dan dua organisasi akar rumput di enam provinsi. Koalisi ini terus mendorong perubahan kebijakan perumahan di tingkat pusat, dengan fokus pada solusi berbasis solidaritas dan keberlanjutan.
Pengakuan Internasional
Upaya Rujak bersama organisasi lain seperti Urban Poor Consortium, Jaringan Rakyat Miskin Kota, Koperasi Akuarium Bangkit Mandiri, dan Komunitas Anak Kali Ciliwung telah mendapatkan pengakuan luas di tingkat nasional maupun internasional. Salah satu pencapaian besar adalah terpilihnya Kampung Susun Akuarium sebagai penerima Asia Pacific Housing Innovation Award pada 2023. Selain itu, advokasi hak atas hunian layak di Jakarta juga berhasil meraih Gold Medal World Habitat Awards pada 2024. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa pendekatan berbasis komunitas, keberlanjutan, dan keadilan dapat menghasilkan solusi nyata terhadap krisis hunian.
Hunian sebagai Solusi Krisis Iklim
Dalam konteks krisis iklim, Rujak juga mempromosikan desain hunian yang adaptif dan berkelanjutan. Program perbaikan hunian di Kampung Marlina, misalnya, menjadi model bagaimana hunian dapat berkontribusi pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dengan menggunakan desain pasif yang memaksimalkan sirkulasi udara alami, program ini tidak hanya meningkatkan kualitas hunian tetapi juga mengurangi konsumsi energi.
Program ini berbasis koperasi dan dana bergulir (revolving fund), yang memungkinkan masyarakat untuk secara bertahap meningkatkan hunian mereka tanpa beban finansial yang besar. Setelah sukses di Kampung Marlina, program serupa kini diterapkan di Kampung Muka, Pademangan. Pendekatan ini menunjukkan bahwa solusi lokal yang berbasis komunitas dapat menjadi model bagi pembangunan hunian berkelanjutan di kota-kota lain.
Menatap Masa Depan
Hak atas hunian layak adalah hak fundamental yang harus diperjuangkan bersama. Pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia ini, mari kita jadikan advokasi seperti yang dilakukan oleh Rujak sebagai inspirasi untuk menciptakan kota yang lebih inklusif dan berkeadilan. Rujak akan menghadirkan rangkaian publikasi terkait hunian layak, seperti tentang Kampung Susun, refleksi menyeluruh terhadap kebijakan perumahan nasional, hingga advokasi hunian flat.
Rujak juga membuka kesempatan kepada segenap warga untuk mendukung upaya kami lewat program keanggotaan Sahabat Kota – yang memberikan dukungan finansial kepada kerja nyata Rujak. Atau bisa juga bergabung dalam Relawan Kota sehingga dapat terlibat dalam segenap kerja, penelitian dan advokasi kami bersama kaum miskin kota.