Hari ini 68 tahun lalu, Bung Hatta berpidato di depan peserta Kongres Perumahan Rakyat di Jakarta. Di bulan Kemerdekaan marilah kita mengingat pernyataan Bung Hatta, “Indonesia Merdeka bagi kita hanya syarat untuk mencapai Indonesia yang adil dan Indonesia yang makmur. … Negeri adil, sebab tiap-tiap orang merasai aman hidupnya, bebas dari rasa takut dan kesengsaraan hidup; apabila tiap-tiap orang dapat merasai adanya keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia. … Cita-cita kemakmuran yang mulai hidup dalam kalangan rakyat jelata harus senantiasa kita hidupkan, kita kuatkan. … Hidupkan kembali semangat self-help dalam membangun dan mengokohkan perumahan nasional. “
Pidato tersebut kemudian diakhiri dengan harapan Bung Hatta, yaitu:
- Mudah-mudahan keinginan membuat rumah sendiri dengan jalan menyimpan dan berkoperasi mendapat dorongan pula dari sini.
- Negara di bawah pimpinan Pemerintah membangun perumahan nasional Indonesia, sampai tercapai keadilan dan kemakmuran.
- Rakyat, didorong oleh semangat auto-aktivitet dan gotong royong, berusaha sedapat-dapatnya membuat rumah sendiri, yang memberikan kesenangan hidup padanya.
75 tahun Indonesia merdeka masih menunjukkan bahwa 69% hunian di Indonesia dipenuhi secara swadaya oleh warganya. Bahkan di Jakarta menurut data di BPS di 2016, 40.89% hunian dipenuhi secara swadaya dan hanya 5.59% membeli dari pengembang. Semangat keswadayaan dalam pemenuhan hunian yang didengungkan oleh Bung Hatta masih berlangsung terlepas dari minimnya dukungan terhadap hunian swadaya. Hunian di Indonesia adalah produk sosial-budaya, dan bukanlah bentuk investasi apalagi spekulasi. Mengembalikan hunian dalam cita-cita luhur bangsa adalah tugas negara dan rakyat.
Kampung Akuarium sebelum digusur paksa pada 11 April 2016 adalah bentuk permukiman rakyat yang dikembangkan secara swadaya. Dia tumbuh dan berkembang di tahun 1970, jauh sebelum Peraturan Daerah 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang ada. Penggusuran paksa dan perjuangan mewujudkan kembali perumahan rakyat oleh Kampung Akuarium adalah contoh kecil bagaimana hunian dapat menjadi kendaraan untuk mewujudkan Indonesia adil dan makmur.
Kampung Susun Bahari Akuarium adalah nama yang diberikan oleh penduduk Kampung Akuarium yang bertahan setelah penggusuran paksa. Penamaan tersebut juga menampilkan 4 hal yaitu:
- Kampung, sebagai bentuk permukiman rakyat dengan interaksi sosial dan keragaman ekonomi rakyat.
- Bentuk Susun sebagai bentuk keselarasan dengan Rencana Detail Tata Ruang, dimana salah satu kegiatan permukiman yang memungkinkan di zonasi P3 (Pemerintah Daerah) adalah Rumah Susun Umum dengan Koefisien Dasar Bangunan 50%, Koefisien Luas Bangunan 2 dan Ketinggian Bangunan adalah 4.
- Bahari menunjukkan keterikatan budaya dan hidup masyarakat dengan laut.
- Serta Akuarium, yang menunjukkan lapisan sejarah, dari sejak lokasi menjadi Pusat Penelitian Oseanografi dengan nama popular Aquarium pada peta tahun 1923 hingga menjadi tempat rekreasi, dan akhirnya menjadi Kampung dengan nama sama.
Perencanaan Kampung Susun Bahari Akuarium (KSBA) dimulai sekitar 4 bulan pasca penggusuran paksa. Hingga hari ini setiap perencanaan mengedepankan prinsip Free, Prior and Informed Consent (Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan). Prinsip ini memang berasal dari Konvensi tentang Masyarakat Adat. Dalam perencanaan akhirnya menghasilkan kemufakatan desain Kampung Susun dengan prinsip sebagai berikut:
- Tetap memiliki ciri “kampung” dengan mengakomodir interaksi sosial yang tinggi
- Mengupayakan keselarasan dengan lingkungan sekitar (cagar budaya)
- Mengakomodir dan menunjukkan visi Kampung Akuarium sebagai “Kampung Wisata Bahari”
- Mengutamakan pertimbangan teknis pembangunan yang efisien tetapi tetap estetis, nyaman dan fungsional
- Perbandingan lahan terbuka : lahan terbangun yaitu 50% : 50%
- Terdapat jalan inspeksi selebar 6 meter di area luar dihitung dari bibir dinding laut
- Area terbagi 3 zona : niaga, fasilitas umum & ruang terbuka, serta permukiman
KSBA juga contoh dari reforma agraria di kawasan perkotaan dan reforma tersebut juga hanya bisa berjalan berkat kebesaran hati penduduk Kampung Akuarium dan keinginan Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan sengketa dengan jalan musyawarah dan berdasarkan kajian yang teliti. Pada tahun 2017, Kampung Akuarium melakukan class action didampingi oleh LBH Jakarta menggugat Pemprov DKI atas penggusuran paksa yang terjadi. 3 penggugat utama pada class action merupakan perwakilan warga dari total 389 orang. Namun demi memulai proses pembangunan kembali dan membereskan masalah agraria maka wargapun setuju untuk mencabut gugatan pada 26 Juni 2018 yang kemudian dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat. Terlebih melihat Pemprov DKI telah membangun shelter bagi warga yang bertahan dan telah membentuk Gugus Tugas Penataan Kampung dan Masyarakat melalui Kepgub 878/2018.
KSBA juga menyadari posisinya yang berada dalam kawasan dengan Teknik Pengaturan Zonasi g, yaitu pelestarian kawasan cagar budaya dan wilayahnya berada dalam Kawasan Cagar Budaya Kotatua, sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepgub di tahun 2015. Karena kedua hal diatas dalam proses perencanaan KSBA juga telah dikonsultasikan dengan Tim Ahli Cagar Budaya, mengikuti sidang Tim Sidang Pemugaran dan mendapatkan rekomendasi dari TSP, serta melakukan ekskavasi untuk tujuan penelitian sesuai dengan rekomendasi TACB dan TSP.
Tidak benar bahwa Kampung Akuarium menjadi sebab tidak terpilihnya Kotatua sebagai UNESCO World Heritage. Tidak benar juga bahwa pembangunan pasar kembali akan membuat Kotatua mempunyai kesempatan menjadi UNESCO World Heritage. Perlu diketahui, dokumen nominasi Kotatua ditarik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebelum Sidang World Heritage Committee 2018 berlangsung. Penarikan tersebut dilakukan setelah keputusan tertulis WHC menyatakan bahwa Kotatua ditolak menjadi UNESCO World Heritage (not to inscribe). Sementara ICOMOS, sebagai advisory body untuk UNESCO WH menuliskan alasan penolakan secara gamblang, dimana sebagian besar kriteria dan penilaian tidak terpenuhi dan tidak terjustifikasi. Bahkan dalam penilaiannya, ICOMOS juga mengangkat soal penggusuran yang terjadi di Kotatua.
Kampung Akuarium seharusnya tidak dilihat sebagai death monument saja, namun perlu dilihat sebagai living heritage – warisan yang hidup, mengingat ada banyak lapisan sejarah termasuk kehidupan dan tradisi yang masih berlangsung hingga saat ini yang menjadi bagian dari sejarah Kotatua dan Jakarta yang dinamis.
Perjuangan membangun KSBA sendiri adalah contoh dari perjuangan global untuk mewujudkan hak atas Hunian Layak. Hak Asasi atas Hunian Layak sesungguhnya sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang Undang 11/2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Sepanjang 2016 hingga sekarang, Kampung Akuarium juga mendapat dukungan internasional serta menjadi sumber penelitian dan kegiatan aktivis dari berbagai negara, seperti Amerika, Australia, Jepang, Taiwan, dan berbagai negara Eropa. Bahkan Kampung Akuarium telah dikunjungi oleh UN Special Rapporteur on Right to Adequate Housing, Leilani Farha di 2017 dan perjuangan Kampung Akuarium mewarnai laporan resminya di Jenewa.
Kedepannya, KSBA mengingatkan kembali Pemprov DKI untuk kembali pada Cita-Cita Luhur Bangsa yaitu Indonesia Adil Makmur, dimana perumahan menjadi kendaraan untuk terciptanya Keadilan Sosial. Dan rakyat pun dapat bergotong royong untuk mengelola dan mengadakan perumahannya. Bung Hatta menekankan pada self help dan berkoperasi sebagai tulang punggung pengadaan perumahan. Kami mengingatkan Pemprov DKI bahwa Koperasi Aquarium Bangkit Mandiri siap secara transparan, bertanggung jawab dan profesional untuk mengelola Kampung Susun. Bahkan saat ini sedang disusun 5 modul pengelolaan kampung susun: kepenghunian, housekeeping (pemeliharaan), keuangan, keselamatan (K3) dan engineering (teknis).
KSBA adalah bentuk perjuangan perumahan rakyat yang didorong oleh berbagai masyarakat sipil dan warga kampung kota, serta difasilitasi oleh Pemprov DKI Jakarta. Ia juga merupakan manifestasi dari pemenuhan Konstitusi terutama Pembukaan UUD 1945, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah amanat utama pembukaan UUD 1945. Kedepannya model ini seharusnya dipermudah dan melibatkan sebanyak mungkin masyarakat sebagai penerima manfaatnya, terlebih masih banyak kampung-kampung di Jakarta yang menunggu kepastian bermukim demi kehidupan adil dan makmur.
Lini masa singkat perjalanan Kampung Susun Bahari Akuarium:
https://drive.google.com/drive/folders/1JEqI9B5jtuImETRoA0Cn_l-5VkDoAA6p?usp=sharing
#HariPerumahanNasional
Keren sekali mbak. Membaca tulisan ini membangkitkan harapan tentang keberhasilan peran masyarakat sipil yg menjadi gerakan bersama mencapai tujuan yg adil. Semoga momentumnya menjadi salah satu lapisan sejarah Kampung Akuarium yang memberi warna cerah dan menggembirakan siapapun yang menyimak.
Pingback: [International Conference 2020] Kampung and Historic Urban Landscape - Rujak