Ditulis oleh: Elisa Sutanudjaja
Pada November 2024, ada dua event yang berpengaruh terhadap masa depan kota-kota, yaitu World Urban Forum 12 (WUF12) di Kairo, Mesir dan COP29 di Baku, Azerbaijan. WUF12 diorganisir oleh UN Habitat yang baru saja dipimpin oleh Executive Director baru yaitu Anacláudia Rossbach, konsultan dan ekonom Brasil yang memiliki pengalaman 20 tahun di bidang perumahan. Arahan dan pengaruh apa yang akan ditawarkan oleh Anacláudia, mengingat sektor perumahan Brasil diwarnai dan didominasi oleh permukiman informal?
WUF12 Cairo diadakan di Egypt International Exhibition Center yang berlokasi sekitar 16 km dari pusat kota Kairo yang sayangnya belum terintegrasi dengan fasilitas transportasi massal. Tempat konvensi itu berdiri di tengah-tengah lahan kosong yang luas, hasil dari urban sprawl. Sungguh pemilihan tempat yang ironis, terlebih mengingat tema WUF kali ini It All Starts at Home: Local Actions for Sustainable Cities and Communities.
WUF 12 menghasilkan Call to Action. Namun sayangnya Call to Action hanyalah rekomendasi kepada Negara Pihak (states parties), tanpa ada mekanisme tertentu bagi kota-kota Negara Pihak utk mengimplementasikannya. Call to Action menyoroti pentingnya tindakan lokal dalam mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Dokumen ini menyerukan transformasi mendesak dalam mengatasi krisis perumahan global, terutama di permukiman informal dan daerah kumuh, serta memastikan perumahan layak sebagai hak asasi manusia. Selain itu, fokus diberikan pada lokalisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), perencanaan perkotaan partisipatif, dan representasi yang setara dari semua pemangku kepentingan, termasuk perempuan, pemuda, dan kelompok rentan, untuk menciptakan kota yang inklusif dan adil.
Seruan ini juga menekankan perlunya pembiayaan inovatif untuk kota, penggunaan data lokal untuk pengambilan keputusan, serta pengintegrasian budaya dan warisan sebagai aset keberlanjutan. Dengan membangun koalisi lintas sektor dan memprioritaskan kesetaraan, kota-kota dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan. Seruan Aksi Kairo menegaskan bahwa tindakan lokal yang inklusif, kolaboratif, dan berbasis data adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekaligus mengatasi tantangan perkotaan secara global. Untuk pembahasan yang lebih mendalam, nantikan refleksi kami tentang WUF12 di bulan Desember ini.
Sementara COP29 berlangsung dan diakhiri dengan ketidakpuasan negara-negara berkembang atas komitmen setengah hati negara maju dalam pendanaan dan pembiayaan iklim. Rujak menuturkan lebih lanjut di sini tentang bagaimana Climate Finance seharusnya berdampak pada kelestarian kota dan keadilan. Tulisan ini disusun berdasarkan kerja bersama Rujak dalam Koalisi Regional Urban Transformation. Berikutnya Rujak juga menyadari bahwa penggiat perkotaan perlu mengenal isu Climate Finance. Mari tunggu gebrakan kami selanjutnya, namun sebelumnya, simak dulu pengantarnya.
Di luar isu kota dan krisis iklim, Rujak juga menyelenggaran residensi kesenian yang berkaitan dengan krisis iklim dan lingkungan hidup, yaitu Sinking Cities. Berikut adalah salah satu rangkaian kegiatan kesenian partisipatif seniman peserta program residensi Sinking Cities, Haratua dan Ashley Yoon, arsitek Myanmar dan peserta residensi kerjasama Rujak dan Mekong Cultural Hub.