
Pembukaan pameran bertema “Narasi Tumbuh” yang digelar pada tanggal 26 Juni 2019 bertempat di Ruang Pameran Rujak Center for Urban Studies yang bekerja sama dengan Urban Poor Consortium (UPC), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Heterogenic dan merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dari JIPFEST Jakarta International Photo Festival. Pada kesempatan ini, pameran dikuratori oleh Yusni Aziz dan Yoppy Pieter. Pameran ini merupakan karya Tubagus Rachmat selaku fotografer pameran.
Pada kegiatan pembukaan pameran tersebut, Tugabus Rachmat mengisahkan berbagai tantangannya hingga ide mengenai pameran ini terbentuk. Lain halnya dengan yang disampaikan oleh sang kurator, bahwa menurutnya, “tema identitas pada kegiatan pameran ini telah mengacu pada aspek kehidupan kampung kota. Selain itu, dorongan lebih dari kegiatan pameran ini adalah sosok Tubagus sebagai pemilik karya dan seorang fotografer yang telah dianggap sebagai ayahnya sendiri.”Tutur Yusni sambil tertawa.
Pameran dibagi menjadi 3 bagian utama, pada setiap bagian akan mengajak pengunjung untuk melihat sudut pandang dan warna kampung yang berbeda-beda. Ada banyak sudut pandang untuk melihat kampung sebagai identitas kota. Namun akhir-akhir ini, narasi akan kampung diartikan “salah kaprah” bagi sebagian orang sehingga narasi kampung seringkali dikerdilkan dan dilemahkan dalam sudut pandang yang sempit, kurator mengharapkan pameran ini menjadi awal yang baik bagi tumbuhnya narasi baru akan kampung yang lebih manusiawi..
Keterbatasan warga kampung tidak menjadikannya lemah seperti narasi yang beredar. Namun sebaliknya, inilah kekayaan warga kampung. Kreativitas tumbuh dalam keterbatasan ruang yang sempit sekalipun. Hal seperti ini telah menjadi inspirasi bagi Tubagus dalam menghasilkan foto-foto bermakna, “terkadang masyarakat memiliki kemampuan yang terbatas dalam melihat makna karya seni yang berangkat dari kehidupan kampung kota. Namun sebenarnya, karya seni dari kampung kota setara dengan karya golongan kota lainnya. Tutur Tubagus.
Pertama kali memasuki ruang pameran, foto kebahagiaan anak-anak kampung kota menyambut para pengunjung, Tubagus menuturkan bahwa anak-anak ialah perumpamaan harapan, semua anak- anak harus punya peluang dan mimpi begitu pun anak-anak miskin kota dimana ia diharapkan tumbuh bersama narasi yang diciptakan dari masyarakat yang bijak akan sudut pandang nya melihat kampung
Pameran ini juga menghadirkan foto ekspresi dari para aktivis yang menangis saat menyaksikan sekretariat Ciliwung Merdeka di kampung bukit duri mulai dirubuhkan. “fenomena ini merupakan penggambaran adanya keterikatan yang kuat antara benda mati (sekretariat mereka) dengan warga kampung itu sendiri sebagai hubungan yang alamiah.”Tutur Tubagus
Di sisi lain, juga terdapat foto saksi bisu penggusuran di Jalan Cakung dan Cilicing (Cacing), Jakarta Timur. Foto ini manampilkan benda berupa jam dinding, sandal dan kabel listrik yang diramu Tubagus dalam komposisi fotonya, ia juga mengajak pengunjung untuk menerjemahkannya secara bebas hasil-hasil jepretannya, sedangkan Tubagus menangkap bahwa jam melambangkan waktu dan sandal menjadi lambang pelengkap akan kebingungan masyarakat kampung kota yang hak atas tinggal dan hidup layaknya terancam.

“Saya meyakini bahwa Tubagus memiliki sumbangsih sama pentingnya dengan golongan lainnya bagi kota. Maka dari itu, ia mengajak semuanya untuk kenal dan bersama memahami dinamika kehidupan dan perjuangan mereka, karena pada akhirnya, untuk mencapai kota berkelanjutan tidak bisa hanya mengedepankan kepentingan golongan tertuntu, tapi harus dilandasi semangat kesetaraan akan hak hidup bagi seluruh lapisan masyarakatnya “ Tutur Yusni Aziz dalam akhir sambutannya
Berbagai jepretan foto ditampilkan dalam pameran narasi tumbuh ini, dengan gagasan yang disuguhkan yaitu kampung sebagai identitas kota, karena adanya ketidakadilan narasi itu, Tubagus mencoba memperbaiki narasi kampung melalui pameran tersebut. Kegiatan pameran ini tidak sekadar memamerkan hasil jepretan semata, melainkan juga akan ada beberapa kegiatan seputar penggalian pengetahuan kampung yang akan dibingkai dalam berbagai bentuk seperti diskusi ataupun kegiatan kesenian. Pameran ini akan ditutup pada tanggal 6 juni 2019.
Penulis: Annisa Windahasanah, Mahasiswa Arsitektur, Universitas Brawijaya, Malang.

Pingback: Bersuara Dalam Seni - Rujak