Bulan Maret ini, kita menjalani hari-hari yang sarat makna. Bagi umat Islam, Ramadhan bukan hanya soal puasa, tapi juga tentang memperhalus rasa dan membuka ruang solidaritas. Bagi umat Katolik, masa Prapaskah menjadi momen reflektif menuju kebangkitan. Di tengah musim suci ini, kita hidup dalam kota-kota yang semakin panas — secara harfiah dan sosial. Suhu meningkat, ketimpangan membesar, dan ruang hidup makin menyempit. Tapi di sela-sela itu, masih ada yang merawat.
Kita melihat warga di Kampung Marlina yang menata rumahnya agar lebih sejuk, bukan dengan AC, tapi dengan desain pasif berbasis gotong royong. Kita melihat kaum muda Karang Taruna berkumpul di aula bambu, merancang kegiatan untuk dusunnya. Kita membaca ulasan rangkaian kelas tentang pendanaan iklim global yang penuh jargon, tetapi juga menemukan komunitas yang memilih untuk menggalang dana sendiri, karena mereka tahu: mereka tak bisa menunggu.
Dalam semua cerita ini, kita menemukan satu benang merah: merawat yang rapuh. Entah itu pohon kecil yang ditanam di tengah kota, perpustakaan yang dibangun ulang dengan donasi, atau model perumahan koperasi yang terus diuji di tengah kebijakan yang belum pasti. Semua menunjukkan bahwa perubahan bukan semata hasil kebijakan besar, tapi juga buah dari ketekunan, relasi sosial, dan kepekaan terhadap yang lemah.
Namun merawat tidak cukup jika tidak disertai keadilan. Dalam artikel pertama kami bulan ini, kami mengulas Nature-Based Solutions (NbS) yang tengah naik daun — tapi juga rawan menjadi solusi semu. Di sinilah pentingnya memastikan bahwa setiap solusi ekologis juga adil secara sosial. Karena kota yang layak huni bukan hanya soal ruang terbuka hijau atau taman indah, tapi tentang siapa yang punya akses ke dalamnya.
Melalui edisi rangkaian artikel kali ini, kami ingin berbagi kabar dan pemikiran, tapi juga mengundang Anda untuk terus ikut serta — mendukung, mengkritik, dan merawat bersama. Karena kota bukan milik mereka yang kuat dan punya modal saja. Kota adalah milik semua yang ingin hidup bersama dengan adil dan bermartabat.